JAKARTA, KOMPAS.com — Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, tampak berhati-hati dalam menanggapi unjuk rasa yang berlangsung di rumah Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin (6/2/2017).
Sandiaga mengawali perkataannya dengan menyebut unjuk rasa tersebut sebagai ekses dari tensi tinggi politik Pilkada DKI Jakarta 2017.
(Baca juga: Aksi di Depan Rumah SBY Rekomendasi Jambore Mahasiswa di Cibubur)
Selebihnya, Sandiaga tak ingin berkomentar banyak. Ia mengaku lebih memilih fokus pada pilkada.
Saat akan melanjutkan pembicaraannya, Sandiaga tampak terdiam dan menghela napas panjang. "Turunkan 'syahwat' politik," kata Sandiaga setelah menghela napas.
Menurut Sandiaga, Pilkada DKI Jakarta 2017 seolah telah memecah belah dan di luar kepantasan.
Oleh karena itu, dia ingin mengembalikan situasi Jakarta pada situasi semula yang aman dan damai.
"Karena kita kebelah dan di luar kepantasan, kami ingin bantu warga Jakarta. Kalau tidak terbantu keseharian mereka, seperi lapangan kerja mereka, agenda kita (Jakarta) akan mundur dua sampai tiga tahun ke belakang," ujar Sandiaga.
(Baca juga: Pendemo di Rumah SBY Bagikan Selebaran Berisi Penolakan Isu SARA)
Menurut Sandiaga, situasi semacam ini tak menguntungkan bagi Jakarta. Sebab, kata dia, saat kota-kota metropolis di dunia sudah berlari kencang, sedangkan Jakarta masih disandera politisasi pergantian kepemimpinan.