JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada DKI Jakarta yang diselenggarakan KPU Jakarta Timur, saksi dari pasangan cagub-cawagub DKI Jakarta mengeluhkan sejumlah persoalan yang terjadi pada saat pencoblosan Rabu (15/2/2017).
Saksi dari pasangan cagub-cawagub nomor pemilihan dua Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, Eko, menjelaskan beberapa persoalan.
Eko mengatakan bahwa tidak semua kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) memahami Surat Edaran KPU DKI Jakarta Nomor 162/KPU-Prov-010/II/2017 tentang Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS.
"Di beberapa tempat mengerti, di lain tempat terlambat infonya dan tidak memahami," ujar Eko dalam rapat pleno di Hotel Maxone Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (23/2/2017).
Salah satu keluhan yang disampaikan yakni ada KPPS yang mempersoalkan pakaian saksi Ahok-Djarot yang memakai baju kotak-kotak. Sementara saksi dua pasangan calon lainnya yang juga menggunakan pakaian khas mereka tidak dipersoalkan oleh KPPS.
Selain itu, Eko juga mengeluhkan adanya pemilih-pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak mendapatkan formulir C6 atau pemberitahuan memilih. Saksi Ahok-Djarot lainnya, Hendar, juga mengeluhkan soal C6.
"Enggak bawa C6 disuruh pulang lagi. Kedua, ada dua TPS sebagian pemilih di C6 tidak mencantumkan di TPS mana dia mencoblos. Artinya saya bisa menyimpulkan KPPS ini salah," kata Hendar dalam kesempatan yang sama.
Hendar merekomendasikan agar KPPS yang bermasalah itu dievaluasi atau diganti apabila berpotensi tidak bekerja dengan baik jika dilangsungkan putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Sementara itu, saksi pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Rachmat, mengeluhkan soal pemindahan TPS yang mendadak karena adanya larangan mendirikan TPS di dalam kompleks TNI.
"Mengenai lokasi TPS yang tidak bisa di tempat biasa. Mohon klarifikasi yang biasa di dalam kompleks terus tiba-tiba enggak ada," ujar Rachmat. (Baca: Semua KPPS yang Bermasalah Akan Diganti pada Putaran Kedua Pilkada DKI)
Selain itu, dia juga menyampaikan saksi-saksi Agus-Sylvi di tiap TPS tidak menerima sebaran penerima surat keterangan di setiap kelurahan.
Menanggapi keluhan-keluhan tersebut, Komisioner KPU Jakarta Timur Deden Fachruddin mengatakan, surat edaran tentang pemungutan dan penghitungan suara memang disampaikan beberapa hari sebelum pencoblosan.
Namun, KPU Jakarta Timur sudah melakukan bimbingan teknis terkait isi surat edaran tersebut jauh sebelum hari pencoblosan. Deden mengakui ada perbedaan pemahaman KPPS dari yang disampaikan di dalam bimtek.
"Pemahaman ini yang memang nanti kami perbaiki di putaran kedua. Kami tidak tutupi karena ada teman-teman kami (KPPS) yang salah persepsi," kata Deden. (Baca: Ada Perbedaan 22.384 Total Perolehan Suara dengan Jumlah Suara Sah di Pilkada DKI)
Ketua KPU Jakarta Timur Nurdin juga menyampaikan hal serupa. KPU akan melakukan bimtek yang lebih masif jika putaran kedua Pilkada DKI Jakarta digelar.
"Kami juga minta masukan ke depan terkait KPPS yang memiliki persoalan. Kami akan bina dan informasikan lebih detail, termasuk yang di Panwas diproses seperti apa, tindaklanjutnya akan kami ikuti," ujar Nurdin.
Sementara terkait pemindahan lokasi TPS di kompleks TNI, kata Nurdin, hal itu harus dilakukan karena adanya perintah dari TNI soal larangan pendirian TPS. Jika ada putaran kedua, KPU akan mencari lokasi TPS yang lebih representatif, meskipun tetap tidak bisa di dalam kompleks TNI. (Baca: Larangan Dirikan TPS di Kompleks TNI Persulit Warga Gunakan Hak Pilihnya)