JAKARTA, KOMPAS.com - Saksi ahli bahasa, Bambang Kaswanti mengatakan, terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengutip surat Al Maidah saat berpidato di Kepulauan Seribu beberapa waktu lalu untuk menceritakan pengalaman pribadinya.
Pasalnya, saat mencalonkan diri menjadi gubernur Bangka Belitung tahun 2007 lalu Ahok pernah diserang isu SARA.
Guru Besar Linguistik Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta ini menambahkan, Ahok menceritakan hal tersebut agar warga tidak khawatir jika dirinya tidak kembali terpilih menjadi gubernur maka program budidaya ikan kerapu masih akan berlanjut.
Baca: Ahli Bahasa: Ahok Kutip Al Maidah untuk Ceritakan Pengalaman Pribadi
"Sumbernya kekhawatiran dalam rangka pilkada program tidak akan jalan. Yang penting program jalan, itu intinya. Al-Maidah dia cerita pengalaman, mengapa ada kemungkinan saya tidak terpilih karena ada pengalaman tersebut," ujar Bambang dalam persidangan di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).
Bambang menambahkan, dalam pidato Ahok itu secara garis besar menerangkan soal program budidaya ikan kerapu.
Ia pun menjelaskan, dalam keseluruhan pidato Ahok terdapat 14 kata berbau Pilkada, di mana empat di antaranya berbunyi 'jangan pilih saya' dan 'kalau saya tidak terpilih program jalan terus'. Sedangkan kata 'Al Maidah' dan 'dibohongi' hanya muncul satu kali.
"Kalimat pidato program (budidaya ikan kerapu) yang masih menjadi mayoritas di sana," kata Bambang.
Baca: Ahli Bahasa: Tak Ada Unsur Kampanye dalam Pidato Ahok di Kepulauan Seribu
Ahok didakwa telah melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 dalam pidato saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada September 2016.
JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.