Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak-anak Jalanan yang Berayahkan "Kucing Garong"

Kompas.com - 16/09/2008, 10:28 WIB

JAKARTA, SELASA — Sebutan anak-anak Master (masjid terminal) menjadi kebangaan tersendiri bagi anak-anak yang tinggal di masjid terminal. Nama masjid terminal itu adalah Masjid AI Muttaclien, tempat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Yayasan Bina Insan Mandiri (Yabim) yang memang berada di areal Terminal Kota Depok.

Pendidikan gratis ditawarkan Yabim untuk tingkat TK sampai SMA, termasuk untuk program Paket A sampai Paket C. Sekolah ini dirintis oleh remaja masjid yang tergabung dalam Ikatan Remaja .Masjid Al Muttagien (Ikrima) pada tahun 2001. Awalnya untuk SMP saja masih bersifat informal. "Sebagai bentuk dauroh atau pendidikan tentang akhlak saja," kata Wirawan Godek (24), pengamen yang kini menjadi relawan di sekolah itu beberapa waktu lalu.

Dari pengurus remaja Masjid Al Muttaqien inilah muncul pria bernama Nurohim yang dikenal sebagai motor komunitas Master. Melalui Yabim yang bergerak di bidang pendidikan dan kesehatan, komunitas Master dikenal berbagai kalangan dari perusahaan sampai perguruan tinggi ternama.

Nurohim terus mengembangkan sekolah gratis bagi anak-anak jalanan, pemulung, pengasong, dan sebagainya. "Mereka adalah kaum marginal, yang terpinggirkan," katanya.

Apa yang dikerjakan Nurohim terus berkembang hingga kini operasional pendidikan dan kesehatan membutuhkan biaya operasional Rp 20 juta - Rp 25 juta sebulan biayanya didapat dari bantuan berbagai pihak. Dalam satu bulan klinik di sana bisa memberi pengobatan gratis kepada 600-700 orang miskin.

Kalau hanya untuk pendidikan saja, sebenarnya Yabim sanggup menampung 5.000 anak yang belajar sampai gratis di jenjang SMA. Saat ini dari TK, SD, sampai SMA dibuka untuk pagi dan siang hari. Siang hari, diprioritaskan untuk SMA. Kemudian pada malam hari pukul 20.0022.00 giliran kelas malam yang dltkuti pembantu rumah tangga, tukang sapu, pelayan toko, pengasong, dan sebagainya. "Nah ini usianya yang sudah 'kedaluwarsa'. Kelas ini kami tambah juga dengan pelajaran life skill, dari soal otomotif sampai sablon," katanya.

Yabim kini mengelola sekolah formal dan nonformal mulai TK PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sebanyak 200 anak, SD sebanyak 400 anak, SNIP sebanyak 600 anak, dan SMA sebanyak 800 anak. Jumlah ini, kata Nurohim, terus bertambah apalagi Yabim berlokasi di tengah terminal. ' Tidak ekslusif, tidak formal dan jauh dari birokrasi sehingga membuat anak-anak nyaman," katanya.

Anak-anak yang mau belajar dan tidak tertampung di PKBM Yabim, oleh Nurohim disalurkan ke mitra di beberapa pondok pesantren. Yabim juga bisa menyalurkan tanggung jawab sosial perusahaan untuk pendidikan bagi anak-anak miskin ke mitra lembaga pendidikan lainnya.

Menurut Nurohim, anak-anak jalanan cenderung trauma dengan birokrasi dan sikap antipati terhadap pemerintah. Bila perlu selama hidupnya tidak memasuki kantor-kantor pemerintah. "Karena mereka tahu yang dilayani hanya yang punya duit. Mereka juga menjadi korban dan dikejar-kejar. Makanya begitu ada sekolah dan obat gratis, bagi mereka luar biasa," katanya.

Selain mengadakan pendidikan gratis, Yabim juga melakukan pemberdayaan kesehatan bagi orang tak mampu melalui Klinik Madani Yabim. Termasuk advokasi bagi anak-anak yang menghadapi masalah menyangkut pelayanan pendidikan atau pelayanan kesehatan. Permasalahan klasik yang kerap dihadapi Yabim, hampir separuh muridnya adalah mereka yang tidak bisa mengambil ijazah di sekolah asalnya karena masih menunggak biaya sekolah. "Kalau sekolah negeri yang menahan ijazah saya tidak akan beri ampun. Walau hanya sekadar fotokopi ijazah saja.. Bagaimana kalau mereka nanti berhasil dan man maju kalau tidak ada lembar ijazah. Relawan saya dari SMAN 1 dulu diterima di UNJ dengan meminta fotokopi ijazah," tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com