Jakarta, Kompas
Tuntutan itu diungkapkan kembali oleh para korban dan para pejuang hak asasi manusia (HAM) dalam sebuah unjuk rasa, Rabu (22/7) di gerbang belakang kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Usman Hamid menagih komitmen Jaksa Agung menuntaskan hasil-hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Selama lima tahun masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dinilai tak ada prestasi Jaksa Agung di bidang HAM.
”Oleh karena itu, presiden terpilih nanti harus memastikan ada kemajuan Jaksa Agung dalam menangani kasus pelanggaran HAM. Jika tidak, sebaiknya presiden terpilih memikirkan sosok Jaksa Agung yang baru, yang lebih berani dan berkomitmen menegaskan HAM,” kata Usman.
Jaksa Agung Hendarman Supandji yang ditanya wartawan soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat menjawab, kejaksaan memang bertugas menangani penyidikan pelanggaran HAM maupun pelanggaran HAM berat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menurut Hendarman, kejaksaan pernah menyidangkan perkara pelanggaran HAM di Timor Timur dan Tanjung Priok. ”Tetapi gagal karena ingin memasukkan unsur kejahatan terhadap kemanusiaan itu. Tidak mudah memasukkan unsur-unsur itu,” kata Hendarman.
Para korban dan pejuang HAM mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung dalam penuntasan kasus teror bom. Karena itu, mereka juga berharap Kejaksaan Agung juga berani menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Yati dari Kontras mengatakan, dalam penanganan kasus luberan lumpur eksplorasi PT Lapindo Brantas, misalnya, hingga saat ini belum ada kemajuan berarti. Lebih-lebih dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
Janji Kejaksaan Agung untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran itu justru berbuah sebaliknya, berkas-berkas hasil penyelidikan Komnas HAM dikembalikan dengan alasan formal. (idr/jos)