Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evaluasi Lagi Peran Wakil Kepala Daerah

Kompas.com - 27/12/2011, 04:58 WIB

Jakarta, Kompas - Kasus mundurnya Prijanto dari kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta merupakan puncak gunung es ketidakharmonisan pasangan kepala daerah di Indonesia. Untuk itu, peran wakil kepala daerah perlu dievaluasi.

”Barangkali hanya 2-3 persen kepala daerah yang bisa akur dan melanjutkan pemilihan periode berikutnya. Selebihnya, pasangan tidak cocok. Ada yang tahan sampai akhir, ada yang berpisah di tengah jalan,” kata pengamat hukum tata negara Saldi Isra di Jakarta, Senin (26/12), menanggapi mundurnya Prijanto.

Secara umum, hal ini tidak merugikan masyarakat. Apalagi, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wakil kepala daerah tidak mendapatkan porsi pekerjaan dan kewenangan yang besar.

”Dalam hukum ketatanegaraan, posisi wakil kepala daerah lebih menyerupai ban serep. Kalau wakil ini bertemu dengan kepala daerah yang baik, ia bisa mendapatkan bagian kewenangan. Namun, jika tidak, kewenangan wakil kepala daerah bisa dipangkas, apalagi jika si wakil menunjukkan rivalitas. Inilah yang sering memicu terjadi konflik antar-pasangan kepala daerah,” papar Saldi.

Momentum ini, menurut Saldi, harus digunakan untuk mengevaluasi lagi peran wakil kepala daerah. Saldi bahkan mewacanakan agar peran wakil kepala daerah dihapus saja.

Harus dibekukan

Status Prijanto sebagai wakil gubernur harus dibekukan sejak resmi menyatakan mundur, ujar pakar hukum administrasi negara dari Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar. Prijanto tidak bisa lagi melakukan sesuatu dengan mengatasnamakan wakil gubernur dan harus mengembalikan semua fasilitas yang pernah dia terima.

Menurut Zainal, seorang kepala daerah atau wakilnya resmi berhenti dari jabatannya sejak menyatakan mengundurkan diri. Keputusan presiden tentang pemberhentian kepala/wakil kepala daerah hanyalah menegaskan status pejabat yang bersangkutan. ”Tidak ada lembaga penerima pengunduran diri. Sifat DPRD lebih pada menegaskan saja. Maka, dia berhenti sejak menyatakan berhenti. Keppres lebih pada statusnya saja, sifatnya hanya meresmikan,” katanya.

Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyayangkan keputusan Prijanto karena amanah sebagai pemimpin DKI Jakarta harus diemban hingga 7 Oktober 2012. Namun, Fauzi menghargai keputusan itu.

Dengan mundurnya Prijanto sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta, Fauzi tetap menjamin hal itu tak akan mengganggu pelayanan pemerintah bagi masyarakat. ”Tidak akan ada pelayanan bagi masyarakat yang berkurang sampai dengan akhir masa jabatan saya nanti,” ujar Fauzi. (MDN/ART/ANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com