Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mochtar Muhammad Tagih Salinan Putusan MA

Kompas.com - 13/03/2012, 14:54 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Walikota Bekasi non-aktif Mochtar Muhammad mempertanyakan salinan putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan dia bersalah dan harus menjalani hukuman enam tahun penjara. Kuasa hukum Mochtar, Sira Prayuna mengatakan, salinan putusan tersebut belum diterima Mochtar.

Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, katanya, telah mengirim surat yang salah satu poin memberitahukan kalau Mochtar akan dieksekusi Kamis (15/3/2012). Untuk mendiskusikan surat tersebut, Sira mendatangi gedung KPK, Selasa (13/3/2012) pagi ini.

"Kita mau lurusin, karena KPK kebiasaannya terpidana-nya ditahan, tapi sekarang kan beda, terpidananya di luar. Berdasarkan Pasal 270 KUHAP, kalau sudah berkekuatan hukum tetap, jaksa laksanakan putusan, panitera berikan salinan putusan. Dasar eksekusi itu kan salinan, bukan kutipan berita teman-teman," papar Sira.

Meskipun demikian, menurut Sira, kliennya siap ditahan sesuai putusan pengadilan. "Beliau ada di rumahnya, siap laksanakan putusan," katanya.

Terkait upaya peninjauan kembali, Sira mengatakan kalau Mochtar belum berencana untuk itu. Pihaknya menunggu salinan putusan pengadilan untuk kemudian dipelajari lebih dulu.

Seperti diberitakan, Majelis hakim kasasi di Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung yang memutus bebas Mochtar Muhammad. Putusan kasasi tersebut disimpulkan Ketua Majelis Hakim Djoko Sarwoko serta anggota Krisna Harahap dan Leo Hutagalung.

Menurut majelis hakim MA, Mochtar terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Dia dianggap menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar serta menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.

Mochtar juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.

Namun di pengadilan, Mochtar justru divonis bebas. Putusan vonis bebas untuknya juga sempat menuai kontroversi. Mahkamah Agung kemudian memanggil Ketua Pengadilan Negeri Bandung yang menunjuk ketiga hakim yang mengadili perkara Mochtar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com