Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Memangnya Pengamen itu Preman?"

Kompas.com - 16/05/2013, 08:16 WIB
Norma Gesita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Suharyati (59) tak habis pikir mengapa anak bungsunya harus ikut dijaring polisi karena mengamen di Pasar Rebo, Jakarta Timur. Sampai sekarang, ia tidak mengerti apa yang salah dari mengamen. Toh, anak lelakinya itu hanya berusaha mencari tambahan rezeki untuk makan mereka berdua, bukan mengganggu orang lain.

"Anak saya itu memang sedikit nakal, tapi dia bukan preman, enggak pernah ganggu-ganggu orang. Dia kan cuma ngamen aja," tutur Suharyati yang sedang menunggu anaknya dengan tampang cemas saat ditemui Kompas.com di depan Mapolsek Metro Ciracas, Rabu (15/5/2013). Suharyati segera meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang cuci dan setrika ketika mendapatkan telepon bahwa anaknya terjaring razia preman di kawasan Pasar Rebo.

Tak peduli pelanggannya marah karena cucian bersih yang seharusnya ia antar hari itu jadi tertunda lantaran lebih mementingkan kondisi anaknya. "Cucian saya tinggal, langsung ke sini naik angkot. Saya kaget dapet berita anak saya kena razia, memangnya anak saya ngapain?" tanyanya heran.

Berbekal Kartu Tanda Pengenal (KTP) dan Kartu Keluarga (KK), Suharyati mendatangi Mapolsek Metro Ciracas untuk menebus anaknya. "Katanya disuruh bawa KTP, ya saya bawa. Sampai bawa KK sekalian," tambahnya kemudian.

Anak laki-laki Suharyati, Agung (22), memang memiliki pekerjaan lain sebagai tukang antar-anak sekolah dengan gaji 400 ribu per bulannya. Suharyati memang tak melarang anaknya untuk mengamen, namun ia tidak menyangka anaknya akan pergi mengamen sampai Pasar Rebo. "Sebelumnya enggak pernah kesana (Pasar Rebo), kan serem. Saya juga enggak tahu anak saya ngamen sampai Pasar Rebo segala," ujarnya.

Ibu separuh baya ini memang mengaku dari keluarga miskin. Suaminya telah meninggal, anak pertamanya yang perempuan ikut suaminya ke Banyuwangi, Jawa Timur. Kini di Jakarta hanya tinggal dia dan Agung saja.

Bayaran sebagai tukang cuci hanya cukup untuk membayar kontrakan rumah saja. Sedangkan, untuk makan sehari-hari, Suharyati terpaksa menaruh harapan pada anaknya.

Suharyati dengan setia menunggu dan berharap anaknya diperbolehkan pulang hari itu juga. Ia tak lagi berani bertanya pada polisi karena sudah terlalu banyak bertanya sejak tiba di kantor polisi. Sayangnya, petugas polisi yang dia tanya pun tak bisa memastikan kapan anaknya boleh pulang kembali ke rumah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com