Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dahulu, Artefak yang Hilang Itu Berguna untuk Menghidupkan Benda Suci

Kompas.com - 16/09/2013, 22:33 WIB
Zico Nurrashid Priharseno

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Empat artefak emas berukuran kecil peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang hilang di Museum Nasional, Jakarta, Rabu (11/9/2013) pekan lalu, pada zamannya digunakan sebagai persembahan untuk menghidupkan benda-benda yang dianggap suci.

"Jadi ketika orang akan membuat bangunan suci, seperti candi atau juga tempat pemandian raja-raja, sebelumnya ditanamkan sebuah peripih berbentuk sebuah kotak berukuran sekitar 30 x 30 sentimeter. Kira-kira ada sembilan kotak. Artefak emas itu disimpan dalam peripih tersebut. Gunanya untuk menghidupkan benda suci tersebut. Dalam hal ini, artefak itu berguna agar air di pemandian itu menjadi suci," demikian dijelaskan arkeolog Universitas Indonesia yang juga Ketua Riset Mandiri Gunung Padang, Ali Akbar, kepada Kompas.com, Senin (16/9/2013).  

Tak hanya emas yang disimpan dalam peripih tersebut barang-barang berupa manik-manik atau lambang-lambang kedewaan juga kerap kali disimpan. Benda-benda tersebut mewakili lima unsur di dunia, yaitu api, air, angin, udara, dan tanah.

Walaupun benda tersebut ukurannya tergolong kecil, tetapi terdapat tulisan-tulisan kecil berupa doa-doa dan mantra. Bagi mereka yang percaya, artefak tersebut memiliki kekuatan magis yang dapat mengubah suatu benda menjadi suci.

"Sebenarnya ada tulisannya di artefak itu. Karena seiring waktu dan karena tergenjet, tertekan, hurufnya jadi tidak terlihat oleh kasat mata," tambah Ali.

Ali menyesali hilangnya artefak dengan nilai sejarah yang tak ternilai itu. Jika diukur dengan nominal, artefak yang ditemukan di sebuah pemandian yang cukup terkenal di Jawa Timur oleh Belanda pada abad ke-18 itu harganya bisa menyentuh angka puluhan miliar rupiah. "Benda itu cocok-cocokan, jadi sangat tinggi nilai jualnya, terlebih jika cocok dengan pembelinya. Karena dia ada di bangunan suci," ujarnya.

Artefak arkeologi dari Indonesia sangat laku di pasar internasional. Harga batok kepala manusia Homo erectus Sangiran misalnya, di balai lelang internasional, dipasang dengan harga sekitar Rp 6 miliar.

Hal ini memicu perburuan terhadap benda-benda arkeologi. Bukan hanya terjadi di situs-situs, melainkan juga di museum.

Seperti diberitakan, Museum Nasional kehilangan empat koleksinya berupa artefak yang terbuat dari emas. Kejadian tersebut terjadi pada Rabu (11/9/2013). Akan tetapi, pengelola Museum Nasional baru melaporkan kejadian tersebut pada Kamis (12/9/2013).

Keempat artefak tersebut terletak di dalam satu buah lemari kaca yang berada di ruang Kasana, lantai dua gedung lama Museum Nasional. Keempat artefak tersebut berukuran relatif kecil. Keempat benda yang hilang antara lain lempeng naga mendekam berinskipsi, lempeng bulan sabit beraksara, wadah bertutup (cepuk), dan lempeng Harihara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Megapolitan
Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Megapolitan
Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com