Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggal di Kuburan karena Tak Mampu Bayar Kontrakan

Kompas.com - 21/04/2014, 08:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Memiliki tempat tinggal yang layak masih menjadi impian bagi segelintir orang di Jakarta. Beberapanya memilih tinggal di tempat pemakaman umum.

Musliha (72) terpaksa tinggal di makam karena tak mampu membayar kontrakan. Dia tidak bisa mencari nafkah sendiri dan bergantung kepada anaknya.

"Mau enggak mau tinggal di sini. Soalnya kalau kontrak sudah enggak mampu. Kontrak Rp 300.000 per bulan, mau bayar pakai apa?" kata Musliha yang tinggal di TPU Cipinang Besar, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, kepada Warta Kota, baru-baru ini.

Musliha tinggal sendiri. Kebutuhan hidupnya biasanya dipenuhi oleh anak satu-satunya yang sudah menikah. "Anak saya biasanya suka kasih uang ke saya beberapa hari sekali. Dia sudah nikah, jadi tidak tinggal dengan saya," katanya.

Sebelumnya, Musliha sempat mengontrak dengan biaya Rp 400.000 per bulan. Ia sempat bekerja sebagai penyalur pembantu rumah tangga. Setelah kecelakaan yang menyebabkan kaki kirinya terluka, dia kesulitan beraktivitas.

"Sekarang susah kalau mau ke mana-mana. Jadi, ya sehari-hari di sini saja. Kalau tidur ya tinggal gelar karpet, makan beli di warung," kata Musliha.

Beratap

Di TPU itu puluhan orang memenuhi makam, khususnya makam Tionghoa. Mereka bertempat tinggal di atas makam-makam tersebut. Makammu, istanaku. Itulah kata mereka yang tinggal di sana. Bertempat tinggal di atas makam bersama puluhan warga lain layaknya rumah pribadi.

Bentuk makam Tionghoa umumnya menggunakan atap. Beberapa menggunakan pilar-pilar, bahkan juga menggunakan marmer. Mereka memanfaatkannya untuk menghuni. Bentuk makam tersebut bisa memberi kenyamanan, bisa melindungi dari terik matahari atau hujan.

Cukup menggelar alas untuk tidur, mereka sudah bisa menikmati malam, meskipun hawa dingin sulit mereka hindari. Makam itu mereka anggap sebagai rumah kontrakan, yang tanpa harus membayar.

Beberapa perabotan rumah tangga, misalnya piring, gelas, dan kasur, tampak berada di atas makam tersebut. Tali-tali mereka bentangkan dari makam ke makam untuk menjemur pakaian.

Jaga makam

Iyan (37), yang juga tinggal di makam tersebut, mengaku bekerja menjaga makam tersebut. Menurut pria yang sehari-hari sebagai pemulung itu, ada 13 makam yang dijaga dan dirawat.

"Saya yang biasanya potong rumput dan bersihkan makamnya. Dari 13 makam, saya bisa dapat Rp 700.000," katanya.

Iyan tinggal di makam tersebut sejak 2007. Sebelumnya ia tinggal di emperan pertokoan di Pedati, Jatinegara.

"Dulu saya dengan istri dan dua anak tinggal di gerobak mulung. Pas 2007, saya melihat makam ini, saya ajak mereka coba tinggal di sini," katanya.

Saat itu, Iyan melihat bangunan makam yang cukup layak ditempati. Yang penting baginya bisa terlindungi dari panas dan hujan.

Awalnya, ia dan keluarganya merasa takut. Setelah seminggu, mereka terbiasa. Namun, dinginnya malam menjadi masalah baginya ketika tidur di makam tersebut. Ia pun mencoba membiasakan diri. Yang lebih penting lagi, Iyan tidak perlu mengeluarkan biaya sewa.

"Di sini enggak perlu bayar sewa, daripada kontrak bisa sampai Rp 400.000 per bulan. Kata pengurus pemakaman, yang penting jangan bawa barang banyak di sini, dan enggak boleh kotor," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Polisi Tangkap Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi

Megapolitan
Hadiri 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Hadiri "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Bergerak Menuju GBK

Megapolitan
Pakai Caping Saat Aksi 'May Day', Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Pakai Caping Saat Aksi "May Day", Pedemo: Buruh seperti Petani, Semua Pasti Butuh Kami...

Megapolitan
Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Penyebab Mobil Terbakar di Tol Japek: Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Massa Buruh Nyalakan 'Flare' dan Kibarkan Bendera di Monas

Massa Buruh Nyalakan "Flare" dan Kibarkan Bendera di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com