"Trayek metromini saya P17 jurusan Senen-Manggarai, kebijakan pengendalian tersebut ngaco karena justru yang dirugikan rakyat kecil pengguna angkutan umum," ujar Tigor kepada Kompas.com, Kamis (7/8/2014).
Tigor menuturkan, pengurangan subsidi BBM melalui peniadaan solar subsidi tersebut tidak ada efeknya. Hal ini malah menyulitkan pengguna dan sopir angkutan umum yang notabene rakyat kecil.
Tigor mengatakan, beberapa sopir angkutan umum sudah mengeluhkan kebijakan ini. Mereka, ungkap Tigor, mengaku sulit mencari solar di stasiun pengisian bahan bakar umum milik Pertamina di daerah Jakarta Timur. Sebab trayek angkutan yang dominan di Jakarta Pusat mengharuskan mereka mengisi di wilayah lain.
"Susah loh. Mereka harus mencari ke SPBU di Jaktim karena SPBU Jakpus tidak jual solar bersubsidi. Rute Kramat ke Cikini, sekarang muter-muter buat cari solar subsidi," ucap Tigor.
Tigor menyatakan, seharusnya pemerintah bukan mengendalikan kebijakan seperti itu. Pembangunan subsidi dicabut, kata dia, menjadikan orang berpikir untuk beralih ke kendaraan pribadi bukan lagi menggunakan angkutan umum.
Dalam hal subsidi ini, ucapnya, pemerintah seharusnya menekan kepada pengguna kendaraan pribadi bukan angkutan umum. Ia melanjutkan, lebih baik pemerintah mencabut saja subsidi BBm dan mengalihkan kepada pembangunan infrastuktur, sistem angkutan umum, dan industri.
"Harusnya ini kita bangun dari mimpi. Selama ini kita mimpi subsidi BBM. Kurangi subsidi BBM, jelas itu kebijakan bodoh," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.