Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tri Wisaksana, dalam diskusi publik ”Enam Ruas Jalan di Dalam Kota, Solusi atau Masalah Baru?” yang digelar Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Wakil Ketua DPRD dari Partai Gerindra M Taufik, pengamat transportasi Agus Pambagio dan Direktur Utama PT Jakarta Tollroad Development (JTD), Frans Satyaki Sunito, turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu.
Tri Wisaksana mengatakan, pembangunan enam Jalan Tol Dalam Kota bertentangan dengan peraturan daerah tentang Pengelolaan Sistem Bus Rapid Transit (BRT). Dalam perda itu hanya dicantumkan pembangunan 15 koridor bus transjakarta.
Sementara enam ruas jalan tol yang diperkirakan jadi pada 2018 itu tak akan dilewati bus transjakarta. Menurut dia, ruas-ruas tol baru itu akan lebih banyak digunakan pengendara mobil pribadi.
Selain itu, ia juga khawatir proyek enam ruas jalan tol itu sulit diselesaikan karena berbarengan dengan dua proyek besar lain, yakni mass rapid transit (MRT) tahap I dan loopline kereta api dari Kementerian Perhubungan.
Agus Pambagio mengkritik inkonsistensi Pemprov DKI Jakarta terkait jumlah jalan tol yang akan dibangun. Ia masih ingat, Basuki Tjahaja Purnama yang saat itu menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta mengatakan hanya akan dibangun dua ruas jalan tol. Namun, kenyataannya, ada enam ruas tol yang dibangun.
Pembangunan enam ruas Tol Dalam Kota dilakukan dalam tiga tahap. Tahap I (29,67 kilometer) ruas Semanan-Sunter dan Sunter-Pulogebang. Tahap II (22,25 kilometer) ruas Duri Pulo-Kampung Melayu dan Kemayoran-Kampung Melayu. Tahap III (17,86 kilometer) ruas Ulujami- Tanah Abang dan Pasar Minggu-Casablanca (Kompas, 8/9). Pembangunan dilakukan dengan anggaran pemerintah pusat dan dilaksanakan pihak ketiga.
Sejak awal
Direktur Utama PT JTD Frans Satyaki Sunito menyampaikan, sejak awal Kementerian Perhubungan hanya mau proyek ini ditenderkan dalam jumlah enam ruas tol. Menurut dia, Kemenhub tak mau jika yang ditenderkan hanya dua ruas tol.
Ia juga membantah jika ruas jalan tol hanya mengutamakan pengguna mobil pribadi. Frans mengatakan, Pemprov DKI akan bekerja sama dengan pihak swasta untuk menyediakan bus. Nantinya operator bus akan meminta izin untuk beroperasi dan melintas di dalam tol.
Ia juga berpandangan, rasio luas jalan di Jakarta saat ini masih 6,27 persen. Sementara itu, di kota-kota lain di dunia, seperti Guangzhou di Tiongkok dan Seoul, Korea Selatan, rasio jalan sudah 14,82-15,54 persen.
Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi Sutanto Soehodho mengatakan, jika melihat pola transportasi makro, penambahan rasio jalan sangat diperlukan untuk penanganan kemacetan.
Salah satu yang dilakukan adalah membangun enam ruas Tol Dalam Kota untuk menambah infrastruktur jalan karena sebagian besar moda transportasi berada di jalan raya.
”Saya pikir semua berjalan simultan, baik penambahan jalan, pembangunan angkutan umum, maupun optimalisasi jaringan jalan melalui manajemen lalu lintas,” katanya.
Sutanto mengatakan, persoalan Tol Dalam Kota ini sebaiknya tak ditarik ke ranah politik karena niatnya adalah pelayanan publik. ”Lepas dari sisi politik, kita harus melihat manfaatnya. Kita mau bicara apa lagi, sebab kemacetan yang sehari-hari kita lihat salah satunya karena keterbatasan jalan,” ujarnya.
Yang paling penting, kata Sutanto, enam ruas Jalan Tol Dalam Kota itu mengakomodasi angkutan umum dengan sistem BRT. (FRO/DEA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.