”Kalau dilihat persentasenya, belanja pegawai di APBD 2014 hanya 22 persen, tetapi nilainya mencapai Rp 13 triliun. Ini terlalu besar dan harus dirasionalkan dan diformulasikan kembali,” kata Reydonnyzar saat menjadi pembicara dalam acara bincang-bincang bertajuk ”Strategi Tata Kelola Anggaran yang Efektif, Efisien, dan Hemat”, Kamis (11/12), di Balai Kota Jakarta.
Reydonnyzar menambahkan, dari Rp 13 triliun, sebanyak 74,79 persen di antaranya digunakan untuk membayar gaji dan tunjangan pegawai. Belanja pegawai lain meliputi tambahan penghasilan pegawai, biaya kematian pegawai, dan tunjangan transportasi pejabat (pengganti kendaraan dinas operasional pejabat).
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama juga pernah melontarkan wacana tentang gaji terendah pegawai negeri sipil DKI Jakarta bisa mencapai Rp 12 juta per bulan. ”Itu baru wacana. Tapi, harus ada kajian mendalam agar rasional antara beban tugas dan orang yang mengerjakan. Jangan sampai pegawai tetap banyak, gaji bertambah karena akan membebani APBD,” ujarnya.
Menurut Reydonnyzar, kekuatan Pemprov DKI adalah belanja modal, seperti pembelian alat kerja untuk berbagai program pembangunan. Untuk itu, lebih baik efisiensi belanja pegawai dialihkan untuk belanja modal agar bisa menambah kapitalisasi aset Pemprov DKI.
”Jika tidak untuk belanja modal, belanja pegawai bisa dialihkan untuk belanja subsidi. Berdasarkan temuan kami, belanja subsidi nol. Belanja subsidi, misalnya untuk angkutan umum, warga miskin, atau rumah sakit,” kata Reydonnyzar.
Anggaran yang tidak efisien ini juga terlihat dari penyertaan modal pemerintah (PMP) untuk badan usaha milik daerah (BUMD) yang tidak berbasis kinerja. Prinsip dasar pemberian PMP, lanjutnya, adalah perbandingan lurus antara modal yang diberikan dan keuntungan dari BUMD untuk pendapatan daerah.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta ANS Kosasih mengatakan, penyertaan modal pemerintah di PT Transportasi Jakarta memang akan bertambah.
”Bukan karena ada tambahan barang atau uang, melainkan aset yang diserahkan itu dievaluasi lagi sekarang dan nilainya sudah lebih. Contohnya adalah aset tanah yang nilainya bertambah karena nilai jual obyek pajak (NJOP) sudah naik,” katanya.
Evaluasi nilai aset dilakukan oleh BPKD. Perubahan nilai ini, menurut Kosasih, akan dituangkan dalam peraturan daerah.
Tak ada toleransi
Menyikapi rendahnya serapan anggaran tahun ini, Basuki menyatakan, tahun depan tidak akan ada lagi toleransi atas kinerja yang mengecewakan. ”Tahun ini banyak salah konsep, salah tafsiran, jadi kita menghadapi banyak kesulitan. Pembelian barang kacau-balau. Nanti, saya inginnya semua cepat, tidak seperti tahun ini,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati mengatakan, ada beberapa pengadaan lewat unit layanan pengadaan (ULP) yang gagal. ”Ini tidak bisa dinafikan juga karena memang masih berlatih,” ujarnya.
Namun, Dien memperkirakan penyerapan anggaran 2014 di dinasnya mencapai 80 persen hingga awal Desember ini.
Kendala pengadaan barang juga dikeluhkan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta Subejo. Dia memperkirakan, dari sekitar Rp 1 triliun anggaran di lembaganya, penyerapannya hingga akhir tahun ini baru mencapai 70 persen.
Ketua Presidium Jakarta Budget Watch S Andyka mengatakan, pemaksaan pencairan anggaran berpeluang terjadi di akhir tahun anggaran. Terlebih hingga akhir November 2014 penyerapan anggaran baru 36 persen.
”Kami akan mengawasi, terutama anggaran swakelola di satuan kerja perangkat daerah yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah,” kata Andyka. (ART/FRO/MKN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.