Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta yang Humanis

Kompas.com - 09/01/2015, 14:30 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Kita perlu berjalan kaki, seperti juga burung-burung terbang. Kita butuh berada di antara orang-orang lain. Kita butuh keindahan. Kita perlu berhubungan dengan alam. Hal yang terpenting, kita tidak perlu dibeda-bedakan. Kita semua ingin merasa satu sama lainnya adalah setara.

Salah satu kutipan terkenal di atas dikemukakan Enrique Penalosa, Wali Kota Bogota, Kolombia, periode 1998-2001. Namanya sering kali menjadi rujukan soal bagaimana mengelola dan menjadikan sebuah kota yang humanis dengan kedudukan warga kota yang diperlakukan setara. Beberapa kebijakannya dikenal sangat prorakyat dan memanusiakan warga kotanya.

Pelayanan angkutan umum massal di Bogota, yakni TransMillineo, misalnya, menjadi salah satu rujukan pemerintah kota negara lain untuk menerapkan hal yang sama.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) Transjakarta sejak 2004 berdasarkan sistem TransMillineo di Bogota itu. Bedanya, Transjakarta masih perlu dioptimalkan pelayanannya untuk menjadi sistem angkutan massal di Bogota yang utuh dan terpadu.

Penalosa juga membangun jalur-jalur sepeda (ciclorutas) yang mengantar warga kota dari depan rumahnya ke halte-halte bus. Dia mengubah sekitar 50 persen jalan utama Bogota untuk jalur sepeda dan jalur pedestrian. Total jalur sepeda atau ciclorutas di Bogota itu lebih dari 300 kilometer.

Hari bebas kendaraan bermotor yang dia laksanakan setiap hari Minggu, bukan main-main. Jalanan sepanjang 120 kilometer dia tutup untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat Bogota menikmati jalanan yang bebas polusi, untuk bersepeda, jogging atau sekadar kumpul komunitas.

Satu hal yang juga dilakukan adalah membersihkan jalur pedestrian dari parkir-parkir kendaraan. ”Salah satu simbol kesenjangan demokrasi (di sebuah kota/negeri) adalah ketika ada kendaraan yang diparkir di trotoar,” katanya.

Catatan sukses berkat sistem yang dibangun Penalosa adalah hanya 15 persen warga yang tetap menggunakan kendaraan pribadi. Selebihnya, warga lebih suka menggunakan bus atau sepeda.

Banyak hal lain lagi yang dia lakukan untuk menjadikan kota yang humanis.

Demikianlah, kota dibangun dan digerakkan untuk dinikmati semua kalangan masyarakat tanpa membeda-bedakan ”kelas” masyarakatnya. Kebijakan pemerintah kota tidak boleh terkesan diskriminatif sehingga muncul pertanyaan atau gugatan dari masyarakatnya.

Kenapa hanya kendaraan bermotor yang dibatasi penggunaannya di jalan protokol? Terbukti, jalanan di jalan protokol masih macet oleh kendaraan pribadi, bukan?

Kenapa yang dibangun malah jalan raya, bukan infrastruktur untuk angkutan massal? Mengapa pejalan kaki dianaktirikan, fasilitas untuk pedestrian telantar dan dibiarkan diokupasi berbagai kepentingan?

Masih sederet lagi pertanyaan kritis terlontar dari masyarakat.

Apa yang dilakukan Penalosa itu mungkin bisa menjadi semacam pembelajaran bagaimana sebuah kota dibangun. DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mestinya juga bisa mewujudkan ”Jakarta, kota untuk semua”.

Tidak dimungkiri, apa yang dihadapi Basuki sedikit banyak merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya. Banyak yang harus dikoreksi agar Jakarta tidak lantas menjadi kota eksklusif, kota yang seakan hanya untuk kalangan berpunya.

Sebuah kota, apalagi ibu kota negara, seperti Jakarta, merupakan cermin dari masyarakat, pemerintah, ataupun birokrasinya. Pernah dengar ungkapan, ”Jalanan saja macet, apalagi pemerintahnya?” atau ”Ngurus Ibu Kota saja enggak becus, apalagi ngurus negara!?

Selamat Tahun Baru 2015. (Agus Hermawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disdukcapil DKI Catat 7.243 Pendatang Tiba di Jakarta Pasca Lebaran

Disdukcapil DKI Catat 7.243 Pendatang Tiba di Jakarta Pasca Lebaran

Megapolitan
Oknum Diduga Terima Setoran dari 'Pak Ogah' di Persimpangan Cakung-Cilincing, Polisi Janji Tindak Tegas

Oknum Diduga Terima Setoran dari "Pak Ogah" di Persimpangan Cakung-Cilincing, Polisi Janji Tindak Tegas

Megapolitan
Polisi: 12 Orang yang Ditangkap Edarkan Narkoba Pakai Kapal Laut dari Aceh hingga ke Batam

Polisi: 12 Orang yang Ditangkap Edarkan Narkoba Pakai Kapal Laut dari Aceh hingga ke Batam

Megapolitan
Ragam Respons Jukir Liar Saat Ditertibkan, Ada yang Pasrah dan Mengaku Setor ke Ormas

Ragam Respons Jukir Liar Saat Ditertibkan, Ada yang Pasrah dan Mengaku Setor ke Ormas

Megapolitan
Siang Ini, Kondisi Lalu Lintas di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok Tak Lagi Macet

Siang Ini, Kondisi Lalu Lintas di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok Tak Lagi Macet

Megapolitan
Cara Lihat Live Tracking Bus Transjakarta di Google Maps

Cara Lihat Live Tracking Bus Transjakarta di Google Maps

Megapolitan
Larangan 'Study Tour' ke Luar Kota Berisiko Tinggi, Tuai Pro Kontra Orangtua Murid

Larangan "Study Tour" ke Luar Kota Berisiko Tinggi, Tuai Pro Kontra Orangtua Murid

Megapolitan
Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Megapolitan
Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Megapolitan
Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Megapolitan
Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Megapolitan
Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Megapolitan
Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Megapolitan
Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Megapolitan
Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com