Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hujan Ditadah, Air Laut Diolah

Kompas.com - 24/02/2015, 19:05 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Dari genteng rumah, Nuraini (56) menadah air hujan, lalu mengalirkannya melalui pipa-pipa paralon ke tong, jeriken, dan ember. Penampung ia tempatkan di depan dan kanan-kiri rumah. ”Ini bekal menghadapi kemarau,” ujarnya.

Hujan deras yang mengguyur Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Senin (9/2), membuat semua penampung milik Nuraini segera penuh. Ember dan jeriken bekas wadah minyak goreng pun telah ia keluarkan. Musim hujan selalu menjadi momentum berburu cadangan air.

Tetangga Nuraini, Manap (56), menyiapkan tandon berukuran ekstra besar khusus untuk menampung air hujan. Satu tandon berkapasitas 1.500 liter, satu lagi ukuran 2.000 liter. Manap menempatkannya di halaman rumah.

”Air tampungan cukup untuk memasak atau minum sekeluarga 2-3 bulan. Namun, kami tak menggunakannya saat ini karena air sumur masih tawar saat hujan sering turun seperti ini. Biasanya air sumur berubah menjadi payau atau asin saat musim kemarau,” kata Manap.

Air hujan untuk minum? Barangkali aneh dan tak wajar bagi sebagian orang. Namun, bagi Manap dan sejumlah warga Pulau Pramuka, air hujan terasa lebih enak dibandingkan dengan air sumur yang payau. ”Sejak kecil saya minum air hujan dan (tubuh) baik-baik saja sampai sekarang,” kata Manap.

Pada saat kemarau panjang, warga kepulauan lebih menderita lagi. Air sumur berubah jadi payau dan asin. Warga tak bisa lagi memanfaatkannya untuk minum atau memasak. Ketika itu, air bersih didatangkan dari daratan Jakarta atau Tangerang dengan kapal-kapal pengangkut melalui Muara Angke, Marina Ancol, ataupun Tanjung Pasir. Harganya pun mahal.

Kini ratusan keluarga di Pulau Pramuka masih berebut air tanah dan menadah air hujan karena pasokan air bersih belum mencukupi. Badan Pusat Statistik mencatat ada 3.930 penampung hujan dan 710 sumur di Kelurahan Pulau Panggang (meliputi Pulau Pramuka) untuk pemenuhan kebutuhan air bersih.

Ketersediaan air bersih menjadi masalah krusial warga Pulau Pramuka dan umumnya penghuni gugusan pulau karang di Kepulauan Seribu. Tak ada sumber air permukaan seperti sungai atau mata air di pulau-pulau itu.

Kondisi air tanah sangat bergantung pada kepadatan vegetasi dan ketebalan lapisan tanahnya. Dari sisi ini, Pulau Pramuka dianggap lebih baik dibandingkan dengan Pulau Panggang yang gundul dan padat penduduk. Mayoritas air sumur di Panggang payau meski hujan masih sering turun.

Keadaan geologi Kepulauan Seribu umumnya terbentuk dari batuan kapur, karang, atau pasir, serta sedimen dari Pulau Jawa dan Laut Jawa. Jenis tanah di daratan berupa pasir koral yang merupakan hasil pelapukan batu gamping terumbu koral.

Pada beberapa pulau, termasuk Pulau Pramuka, ada daratan pantai yang ditumbuhi bakau sehingga ditemui lapisan tanah organik hasil pelapukan tumbuhan dan material yang terbawa arus laut lalu tertahan akar pohon bakau.

Lebih mudah

Menurut sejumlah warga, relatif mudah mendapatkan air tawar di Pulau Pramuka ketimbang Pulau Panggang. Pada musim hujan, sebagian sumur warga yang tinggal di pinggir pantai Pulau Pramuka pun tawar. Kondisi itu dimanfaatkan sejumlah pemilik sumur untuk menyedot dan mengolah air tanah lalu menjualnya ke warga Pulau Pramuka lain serta ”diekspor” ke Pulau Panggang.

Satu galon air tanah yang telah disaring dijual Rp 5.000. Sebagian warga Pulau Pramuka memanfaatkannya untuk memasak dan minum sehari-hari.

Lalu lintas perdagangan air meningkat saat musim kemarau. Warga mengandalkan air sumur milik tetangga atau milik saudaranya yang masih tawar untuk memasak atau minum, sementara kebutuhan mandi dan cuci-kakus dengan air payau.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 6 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Megapolitan
Dharma Pongrekun-Kun Wardana Belum Penuhi Syarat Dukungan Ikut Pilkada Jakarta

Dharma Pongrekun-Kun Wardana Belum Penuhi Syarat Dukungan Ikut Pilkada Jakarta

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Ibu Diduga Cabuli Anak Laki-laki di Tangerang

Polisi Selidiki Kasus Ibu Diduga Cabuli Anak Laki-laki di Tangerang

Megapolitan
Alasan Pemilik Pajero Pakai Pelat Nomor Palsu: Cita-cita Sejak Kecil

Alasan Pemilik Pajero Pakai Pelat Nomor Palsu: Cita-cita Sejak Kecil

Megapolitan
Jalan Margonda Macet Parah Sabtu Malam, Pengendara Buka Pembatas Jalan dan Lawan Arah

Jalan Margonda Macet Parah Sabtu Malam, Pengendara Buka Pembatas Jalan dan Lawan Arah

Megapolitan
Polisi Tangkap Pencopet yang Beraksi di Kerumunan Acara Hari Jadi Bogor

Polisi Tangkap Pencopet yang Beraksi di Kerumunan Acara Hari Jadi Bogor

Megapolitan
'Horor' di Margonda Kemarin Sore: Saat Pohon Tumbang, Macet, dan Banjir Jadi Satu

"Horor" di Margonda Kemarin Sore: Saat Pohon Tumbang, Macet, dan Banjir Jadi Satu

Megapolitan
Antusias Warga Berebut Hasil Bumi di Dongdang pada Hari Jadi Bogor, Senang meski Kaki Terinjak

Antusias Warga Berebut Hasil Bumi di Dongdang pada Hari Jadi Bogor, Senang meski Kaki Terinjak

Megapolitan
Ketua DPRD Kota Bogor Mengaku Siap jika Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota

Ketua DPRD Kota Bogor Mengaku Siap jika Diusung PKS Jadi Calon Wali Kota

Megapolitan
Polisi Jemput Paksa Pemilik Pajero Pelat Palsu yang Kabur di Jalan Tol

Polisi Jemput Paksa Pemilik Pajero Pelat Palsu yang Kabur di Jalan Tol

Megapolitan
Bisa Usung Calon Sendiri, PKS Belum Tentukan Jagoan untuk Pilkada Bogor 2024

Bisa Usung Calon Sendiri, PKS Belum Tentukan Jagoan untuk Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Sisa Banjir Sabtu Sore, Sampah Masih Berserakan di Jalan Margonda Depok

Sisa Banjir Sabtu Sore, Sampah Masih Berserakan di Jalan Margonda Depok

Megapolitan
Warga Ajak 'Selfie' Polisi Berkuda dan Polisi Satwa di CFD

Warga Ajak "Selfie" Polisi Berkuda dan Polisi Satwa di CFD

Megapolitan
Sambut HUT Ke-542 Bogor, Ratusan Orang Ikut Lomba Lari Lintasi Sawah dan Gunung

Sambut HUT Ke-542 Bogor, Ratusan Orang Ikut Lomba Lari Lintasi Sawah dan Gunung

Megapolitan
Penyalur Jadi Tersangka karena Palsukan Usia ART yang Lompat dari Rumah Majikan di Tangerang

Penyalur Jadi Tersangka karena Palsukan Usia ART yang Lompat dari Rumah Majikan di Tangerang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com