Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Dibayar, Ibu ini Rela Jadi Koki untuk Para Napi

Kompas.com - 17/03/2015, 06:53 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bangun subuh, pergi ke pasar, masak untuk porsi jumbo setiap harinya, sudah menjadi kebiasaan Dwi Lestari (40) di Polsek Tanjung Duren, Jakarta Barat. Dwi bisa dibilang telah berperan sebagai "koki" bagi para tahanan atau narapidana yang mendekam di hotel prodeo Polsek Tanjung Duren dari tahun 2005 sampai sekarang, tanpa mendapat bayaran.

Sosok Dwi bisa ditemui di salah satu sudut di Polsek Tanjung Duren. Ibu dari dua orang anak ini menempati sebuah bangunan kecil yang berada di belakang Polsek untuk menjalankan kegiatan sehari-harinya, yakni memasak. Menurut dia, apa yang dia kerjakan saat ini adalah meneruskan dari apa yang dilakukan oleh kedua orangtuanya semasa hidup.

"Saya cuma terusin almarhum bapak dan ibu. Memang dari dulu bapak dan ibu jadi sukarelawan memasak buat napi-napi di sini," tutur Dwi kepada Kompas.com usai menyiapkan puluhan porsi nasi bungkus, Senin (16/3/2015) sore.

Dwi menceritakan, saat dia dan keempat saudaranya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, almarhum ibunya bekerja dengan membuka warung makan kecil-kecilan di dekat Polsek Tanjung Duren. Sementara itu, ayahnya bekerja sebagai penjahit yang menerima pesanan jahitan dari rumah. Dari buka warung makan sederhana, ibu Dwi saat itu ditawari oleh polisi di sana untuk memasak khusus bagi para napi.

Tawaran itu pun diambil. Ia menerima fasilitas yang diberikan oleh pihak kepolisian berupa tempat untuk memasak, listrik, dan air secara cuma-cuma. Untuk memasak pun, polisi memberikan uang untuk membeli makanannya. Di saat itu, ibu Dwi yang juga turut dibantu oleh suami, memasak makanan khusus untuk napi. Pekerjaan itu dilakoni kedua orangtua Dwi hingga akhir hayat mereka.

Awalnya, Dwi bekerja sebagai pegawai sekretariat di salah satu gereja. Sementara itu, suaminya, Marjaka (59) masih bekerja di salah satu pabrik di bilangan Jakarta Barat hingga saat ini. Dwi dengan suami dan kedua anaknya, Ardan Dwika Saputra (8) dan Rindang Tarbantin (8 bulan) sudah punya rumah di daerah Ciledug, Tangerang. Namun karena jarak yang cukup jauh dari Ciledug ke Tanjung Duren, maka Dwi memutuskan untuk menetap di Polsek Tanjung Duren dan melepaskan pekerjaannya.

"Saya tinggal di sini sekeluarga. Lumayan, enggak usah bayar tempat tinggal. Listrik gratis juga," tambah Dwi.

Pantauan Kompas.com di lokasi, tempat tinggal Dwi yang sekaligus menjadi tempat memasak tidak hanya dipenuhi oleh barang milik keluarga Dwi tetapi juga perlengkapan polisi, seperti seragam, tas, helm, dan sebagainya.

Dari ruangan itu, Dwi hanya memiliki tempat kosong untuk menaruh kasur dan pakaian Dwi sekeluarga. Selebihnya, penuh dengan barang-barang kepolisian dan alat-alat dapur. Terlebih karena tempat tidur jadi satu tempat dengan dapur, hawa panas pun sudah menjadi sebuah hal yang biasa bagi mereka. Ada sebuah kipas di langit-langit namun tidak menyala.

Dwi setiap harinya harus bangun jam 04.00 WIB untuk belanja ke pasar. Pasar yang menjadi pilihan Dwi adalah Pasar Jembatan Lima, Jakarta Barat. Namun untuk beberapa macam bahan makanan, dia juga suka belanja di Pasar Tobar, Tanjung Duren dan Semanan, Tangerang.

Masakan Dwi setiap harinya berbeda-beda. Setiap menu yang terdiri dari waktu makan pagi, siang, dan malam disiapkan sendiri oleh Dwi dibantu saudara laki-lakinya, Dodo (37). Jadwal makan pagi sendiri jam 08.00 WIB sampai 09.00 WIB, makan siang jam 13.00 WIB, dan makan malam jam 19.00 WIB. Dwi menyiapkan 56 porsi makanan sesuai dengan jumlah napi di Polsek Tanjung Duren saat ini.

"Tapi kadang suka ada makanan lebih kita bungkus lagi kasih buat keluarga napi yang datang," aku Dwi.

Nominal uang yang dibelanjakan dihitung per orang, sudah termasuk tiga kali makan dalam sehari, sebesar Rp 14.000 untuk satu orang napi. Terkait dengan naiknya harga bahan pokok, Dwi mengaku harus lebih jeli membeli bahan makanan karena dari polisi di sana juga tidak menambah dana konsumsi napi.

Dengan pekerjaan seperti itu, Dwi hanya bisa mengambil untung yang sedikit jika ada sisa atau lebih dari uang belanja bahan makanan. Namun kondisi itu tetap disyukuri karena bantuan bisa datang dari mana saja, dan keluarga Dwi sendiri tidak mengalami masalah ekonomi, khususnya soal makanan yang menurut dia selalu berlimpah.

"Puji Tuhan bayar uang sekolah anak enggak pernah telat, selalu tepat waktu di tanggal 1 setiap bulan. Kita makan juga terjamin. Kadang polisi nyumbang beras," terang Dwi.

Dwi mengaku bahwa dia tidak akan selamanya bekerja sebagai koki bagi para napi. Dia juga menginginkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik ke depannya. Namun dengan kondisi dan pekerjaannya sekarang ini, Dwi sudah merasa senang. Terlebih untuk urusan makanan, dia dan keluarganya tidak akan kekurangan.

"Kalau ditanya cukup apa enggak hidupnya, lihat saja sendiri, badan saya gemuk begini kan tandanya apa?" tanya Dwi sambil tertawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI Bakal Batasi Satu Alamat Rumah Maksimal 3 KK

Pemprov DKI Bakal Batasi Satu Alamat Rumah Maksimal 3 KK

Megapolitan
Suasana Haru Iringi Keberangkatan Jemaah Haji di Kota Bogor

Suasana Haru Iringi Keberangkatan Jemaah Haji di Kota Bogor

Megapolitan
Sudah Dievakuasi, Bangkai Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Dibawa ke Bandara Pondok Cabe

Sudah Dievakuasi, Bangkai Pesawat Latih yang Jatuh di BSD Dibawa ke Bandara Pondok Cabe

Megapolitan
Tiga Jenazah Korban Pesawat Jatuh Telah Dibawa Pulang Keluarga dari RS Polri

Tiga Jenazah Korban Pesawat Jatuh Telah Dibawa Pulang Keluarga dari RS Polri

Megapolitan
Marak Kasus Curanmor di Tanjung Priok, Polisi Imbau Masyarakat Kunci Ganda Kendaraan

Marak Kasus Curanmor di Tanjung Priok, Polisi Imbau Masyarakat Kunci Ganda Kendaraan

Megapolitan
'Berkah' di Balik Sumpeknya Macet Jakarta, Jambret Pun Terjebak Tak Bisa Kabur

"Berkah" di Balik Sumpeknya Macet Jakarta, Jambret Pun Terjebak Tak Bisa Kabur

Megapolitan
Ibu di Tanjung Priok Dikira Penculik, Ternyata Ingin Cari Anak Kandung yang Lama Terpisah

Ibu di Tanjung Priok Dikira Penculik, Ternyata Ingin Cari Anak Kandung yang Lama Terpisah

Megapolitan
Dituduh Ingin Culik Anak, Seorang Ibu di Tanjung Priok Diamuk Warga

Dituduh Ingin Culik Anak, Seorang Ibu di Tanjung Priok Diamuk Warga

Megapolitan
KNKT Bakal Cek Percakapan Menara Pengawas dan Pilot Pesawat yang Jatuh di BSD

KNKT Bakal Cek Percakapan Menara Pengawas dan Pilot Pesawat yang Jatuh di BSD

Megapolitan
Mekanisme Pendaftaran PPDB di Jakarta 2024 dan Cara Pengajuan Akunnya

Mekanisme Pendaftaran PPDB di Jakarta 2024 dan Cara Pengajuan Akunnya

Megapolitan
Cerita Saksi Mata Jatuhnya Pesawat di BSD, Sempat Berputar-putar, Tabrak Pohon lalu Menghantam Tanah

Cerita Saksi Mata Jatuhnya Pesawat di BSD, Sempat Berputar-putar, Tabrak Pohon lalu Menghantam Tanah

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 20 Mei 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 20 Mei 2024

Megapolitan
Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 20 Mei 2024

Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 20 Mei 2024

Megapolitan
Modus Maling Motor di Jakut, Cegat Korban di Tengah Jalan dan Tuduh Tusuk Orang

Modus Maling Motor di Jakut, Cegat Korban di Tengah Jalan dan Tuduh Tusuk Orang

Megapolitan
Detik-detik Terjatuhnya Pesawat Latih di BSD, Pilot Serukan 'Mayday!' lalu Hilang Kontak

Detik-detik Terjatuhnya Pesawat Latih di BSD, Pilot Serukan "Mayday!" lalu Hilang Kontak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com