Joga menilai, kondisi hutan belantara di Jakarta digambarkan dengan adanya kalangan yang berkuasa dan memiliki keahlian. Kelompok-kelompok itu memaksa kelompok yang lemah untuk mengambil keuntungan pribadi.
Hal itu terlihat dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya praktik pungutan liar atau pungli.
"Bentuk nyata pungli ada saat bagaimana kita parkir, contoh paling mudah. Tukang parkir yang preman setor ke bosnya sampai tingkat paling atas, puncaknya pimpinan di pemerintahan," kata Joga kepada Kompas.com, Senin (20/7/2015).
Dari kondisi seperti itu, ditambah dengan perkiraan banyaknya pendatang dalam arus balik Lebaran tahun ini, maka pendatang baru harus bisa survive.
Menurut Joga, jika pendatang ingin bisa bertahan hidup dan tidak termasuk dalam kalangan yang lemah, perlu memiliki keahlian tertentu atau kekuasaan. Tanpa dua hal itu, masyarakat di Jakarta akan menjadi kaum marjinal, kaum yang terpinggirkan.
"Jakarta sebagai hutan belantara yang ganas bentuknya seperti piramida. Yang bawah yang punya kekuasaan, jumlahnya cukup banyak. Makin ke atas, itu yang punya keahlian. Jumlahnya masih sedikit," tutur Joga.
Salah satu tugas pemimpin di Jakarta adalah memberikan keadilan bagi semua masyarakatnya. Pemimpin harus berani dan tegas untuk menindak kelompok tertentu yang menggunakan kekuasaan dan keahliannya untuk memeras orang lain.
Joga pun senada dengan pendapat Sutiyoso, pemimpin Jakarta harus lebih buas dari binatang-binatang buas di dalam hutan Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.