Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kumpulan Kampung dan Pertumbuhan Warga Kelas Menengah di Jakarta

Kompas.com - 21/02/2016, 07:32 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta memang kota metropolitan, tetapi banyak juga kampung-kampung di dalamnya. Jakarta yang adalah kota modern, namun masih terdapat kehidupan sederhana di jalan-jalan sempit yang melintasi ratusan rumah petak di tengah dan sudut Ibu Kota.

Demikian pandangan beberapa ahli tentang Jakarta. Pakar tata kota Marco Kusumawijaya menyebutkan, awalnya Jakarta merupakan kampung-kampung yang terkena pengaruh modernisasi sehingga berkembang menjadi kota.

"Kampung semakin hilang dan kota semakin cepat berkembang. Keduanya berlari dengan kecepatan yang berbeda. Sulit membayangkan kampung di masa depan," kata Marco dalam diskusi 'Apa Kampung, Apa Kota' di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (18/2/2016).

Pengaruh modernitas semakin subur diiringi dengan kemakmuran yang dialami oleh kelas menengah 'ngehe' yang dengan jumlah melebihi kelas menengah ke bawah.

Disebut 'ngehe' karena orang di kelas ini memiliki kemampuan finansial yang cukup dan selalu ingin punya standar hidup seperti kelas menengah ke atas.

Kelas menengah 'ngehe' ini juga punya sifat tidak peduli terhadap kearifan lokal dan cenderung melupakan budaya sendiri dan terbuka terhadap budaya luar, termasuk melupakan kampung.

Padahal, kampung itu memiliki fungsi tersendiri dari sebuah kota. Semisal, perantau dari sebuah daerah yang baru masuk ke kota, akan cenderung mencari orang dengan kampung yang sama.

"Kampung sebagai tempat perantara, pintu masuk, yang terletak di dalam ruang Jakarta. Orang Bangka kalau ke Jakarta cari temannya ke Pademangan, seperti itu," ujar Marco.

Kampung juga dipandang sebagai tempat berhuni dan tempat budaya ibu bernaung. Orang yang menghargai kampung, dapat menghadapi gelombang modernitas dengan mudah. Kampung juga berfungsi sebagai ruang yang relatif intim.

Marco memberi contoh Tokyo sebagai kota yang tidak meninggalkan kampung. Di sana, ada kampung-kampung yang pinggirnya dibiarkan sebagai tempat komersial, sedangkan dalamnya tetap hunian berupa kampung.

Hal itu menunjukkan, kampung dan kota sebenarnya bisa berkembang bersama.

"Tidak mungkin kota tanpa kampung. Ada asumsi kampung tidak modern, padahal sama-sama bisa modern. Gelombang sekarang seolah-olah modern hanya untuk satu jenis, yaitu kota."

"Padahal, orang yang tinggal di cluster juga kampungan, ujung-ujungnya ngumpul, main ping-pong, bikin kegiatan. Kampung lebih dalam dari kekumuhan, tapi adanya hasrat untuk membuat hidup jadi lebih guyub," ucap Marco.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disdukcapil DKI Catat 7.243 Pendatang Tiba di Jakarta Pasca Lebaran

Disdukcapil DKI Catat 7.243 Pendatang Tiba di Jakarta Pasca Lebaran

Megapolitan
Oknum Diduga Terima Setoran dari 'Pak Ogah' di Persimpangan Cakung-Cilincing, Polisi Janji Tindak Tegas

Oknum Diduga Terima Setoran dari "Pak Ogah" di Persimpangan Cakung-Cilincing, Polisi Janji Tindak Tegas

Megapolitan
Polisi: 12 Orang yang Ditangkap Edarkan Narkoba Pakai Kapal Laut dari Aceh hingga ke Batam

Polisi: 12 Orang yang Ditangkap Edarkan Narkoba Pakai Kapal Laut dari Aceh hingga ke Batam

Megapolitan
Ragam Respons Jukir Liar Saat Ditertibkan, Ada yang Pasrah dan Mengaku Setor ke Ormas

Ragam Respons Jukir Liar Saat Ditertibkan, Ada yang Pasrah dan Mengaku Setor ke Ormas

Megapolitan
Siang Ini, Kondisi Lalu Lintas di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok Tak Lagi Macet

Siang Ini, Kondisi Lalu Lintas di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok Tak Lagi Macet

Megapolitan
Cara Lihat Live Tracking Bus Transjakarta di Google Maps

Cara Lihat Live Tracking Bus Transjakarta di Google Maps

Megapolitan
Larangan 'Study Tour' ke Luar Kota Berisiko Tinggi, Tuai Pro Kontra Orangtua Murid

Larangan "Study Tour" ke Luar Kota Berisiko Tinggi, Tuai Pro Kontra Orangtua Murid

Megapolitan
Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Megapolitan
Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Megapolitan
Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Megapolitan
Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Megapolitan
Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Megapolitan
Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Megapolitan
Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Megapolitan
Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com