Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pepih Nugraha
Wartawan dan Blogger

Wartawan biasa yang hidup di dua alam media; media lama dan media baru

Terkait KTP Dukungan, KPUD Jakarta Sebaiknya Minta Fatwa MA

Kompas.com - 07/03/2016, 17:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Polemik tentang keabsahan Kartu Tanda Penduduk untuk Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang telah dikumpulkan relawan Teman Ahok cukup menarik perhatian. Pro-kontra terjadi dan itu hal biasa dalam berdiskusi dan debat terbuka.

Tidak bermaksud menyalahkan siapa-siapa, apalagi menyalahkan Teman Ahok yang sejak pertengahan tahun lalu telah berusaha mengumpulkan KTP warga DKI Jakarta yang telah punya hak pilih saat Pilkada 2017 digelar.

Juga tidak bermaksud menyalahkan KPUD Jakarta yang sudah berusaha menafsirkan Pasal 41 ayat 1 sampai 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

Namun demikian, salah tafsir yang rawan gugatan khususnya terkait bunyi ayat 4 pasal 41 tersebut, yakni “Dukungan sebagaimana dimaksud ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan calon perseorangan”, bisa saja terjadi.

Baik bunyi ayat 4 pasal 41 undang-undang tersebut dan tafsir KPUD Jakarta tidaklah keliru dalam pemaknaan maupun redaksionalnya.

Namun yang rawan dipersoalkan dan dipersengkatakan justru tataran praksisnya, yakni pada saat berlangsungnya proses pengumpulan KTP, Ahok yang maju melalui jalur perseorangan belum memiliki pasangan.

Kemungkinannya, keabsahan pengumpulan KTP itu bisa dipertanyakan kembali karena undang-undang mengatakan KTP hanya diberikan kepada satu pasangan.

Kalau masih “jomblo” alias sendirian dan belum punya pasangan, berarti memang tidak sesuai bunyi undang-undang tersebut.

Sampai di sini terdapat dua arus besar yang menyatakan tidak ada masalah dengan bunyi undang-undang maupun peraturan yang dibuat KPUD Jakarta. Di sisi lain, keabsahan pengumpulan KTP itu masih dipertanyakan.

Lebih menarik lagi adalah mensimulasikan di tataran praksis saat KPUD nanti memverifikasi KTP dan sejumlah kemungkinan yang bisa terjadi.

Dengan pemilih berjumlah lebih dari 7 juta, jika setiap calon perseorangan dan pasangannya diwajibkan sedikitnya mengumpulkan 523.000 KTP, maka probabilitas pasangan yang bisa lahir dari jalur independen ini bisa 12 atau 13 pasangan.

Pada kenyataannya, sulit lahir pasangan sebanyak itu dari jalur perseorangan. Dua atau tiga pasangan masih memungkinkan, selebihnya pasangan yang diusung oleh partai politik.

Bagaimana praktiknya verifikasi keabsahan KTP untuk pasangan calon perseorangan itu?

KPUD Jakarta telah menjelaskan bahwa saat KTP itu dikumpulkan pada Juli 2016 nanti, Ahok yang melalui Teman Ahok konon telah berhasil mengumpulkan 700.000 KTP, maka KTP dukungan secara otomatis ditujukan untuk Ahok dan wakilnya kelak. Itu tafsir KPUD Jakarta melalui ketuanya, Sumarno, yang sebenarnya sangat rawan gugatan.

Pertama, apakah lawan atau pesaing Ahok akan menerima begitu saja ketika Ahok dan pasangannya kelak dinyatakan sah oleh KPUD Jakarta sebagai pasangan perseorangan yang bakal maju ke Pilkada 2017?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com