Di sini tertanam rindu. Di sebuah kota yang kupanggil rumah. Surat untuk Jakarta.
Tiga belas kata. Tiga kalimat. Tidak lebih.
Untuk tumbuhnya cinta, memang tidak perlu banyak kata-kata.
Kekuatan grafis dan animasi beberapa momen dipadu suara yang khas dan pas dalam film animasi "Surat untuk Jakarta", mengingatkan kita langsung pada Jakarta, kota yang kita cinta.
Tidak heran jika film animasi "Surat untuk Jakarta" yang diprodusi Pijaru meraih Piala Citra Film Animasi Terbaik pada Festival Film Indonesia (FFI) 2016, Minggu (6/11/2016).
(Baca: Surat untuk Jakarta Meraih Piala Citra untuk Film Animasi FFI 2016)
Film karya sutradara Andre Sugianto, Aditya Prabaswara, dan Ardhira Anugrah Putra ini dibuat untuk hadiah bagi hari jadi ke-489 Kota Jakarta.
Sebelumnya, "Surat untuk Jakarta" meraih Best Picture di Hellofest 2016.
Menurut Produser Eksekutif "Surat untuk Jakarta" Jerry Hadiprojo, film animasi ini semacam kode, gambaran dan respons tentang Jakarta.
Film animasi ini adalah interpretasi dari tim berisi anak-anak muda yang sebagian besar tinggal, hidup, dan cari makan di Jakarta.
Berbeda dengan film pada umumnya, "Surat untuk Jakarta" tidak memiliki karakter utama. Tokoh utamanya adalah Jakarta. Momen-momen Jakarta itu digambarkan secara hening dan mendalam.
Pada momen-momen itu, kritik sosial untuk Jakarta diselipkan. "Surat untuk Jakarta" lantas disampaikan untuk "dibaca" dalam keheningan.
Ada problem kemacetan, angkutan umum yang tengah diperjuangkan, hujan dan banjir yang ditimbulkan, sampai soal kerukunan hidup warga Jakarta dalam keragaman.
Mencintai Jakarta
Dalam kondisi tidak sempurna di Jakarta, cinta bisa mekar juga. Karena itu, ikhtiar banyak pihak untuk mengungkapkan rasa cintanya pada Jakarta perlu diberi ruang dan apresiasi.