Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pungutan Liar Terjadi di Sekolah Negeri di Tangerang Selatan

Kompas.com - 23/03/2017, 18:00 WIB

TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Lembaga Tangerang Public Transparency Watch (TRUTH) menemukan masih adanya praktik pungutan liar di beberapa sekolah negeri di Kota Tangerang Selatan. Orangtua siswa masih diminta membayar untuk beberapa hal, seperti saat seleksi masuk, membeli buku paket pelajaran sekolah, lembar kerja siswa, hingga untuk studi banding atau tur.

Divisi Riset TRUTH, Oki Anda, Rabu (22/3/2017), menyebutkan, penelitian dilakukan di 15 sekolah dengan pembagian 5 SD, 5 SMP, dan 5 SMA/SMK di Tangerang Selatan. Total ada 40 narasumber yang diwawancarai dalam penelitian tersebut.

Hasilnya, hampir di setiap sekolah ditemukan adanya pungutan yang dilakukan sekolah. Padahal, hal itu telah ditanggung dana bantuan operasional sekolah (BOS) lewat APBN dan BOSDA (APBD). Komponen yang paling besar yaitu pembelian buku paket, lembar kerja siswa (LKS), dan penerimaan peserta didik baru (PPDB). Selain itu, ada juga komponen lain, seperti pembangunan/renovasi sekolah, perpisahan sekolah, dan daftar ulang.

Ada juga pungutan yang dibebankan kepada orangtua siswa yang tidak ditanggung oleh BOS ataupun BOSDA. Dalam hal ini, kata Oki, seharusnya sekolah tidak boleh mewajibkan. Beberapa hal, seperti seragam sekolah, kegiatan kurban, studi banding, buku tahunan siswa, tes kecerdasan, dan peringatan hari besar, juga dibebankan kepada orangtua.

Hingga jutaan rupiah

Besaran pungutan itu juga tidak kecil. Untuk PPDB, misalnya, pungutan berkisar Rp 400.000 (tingkat SD) hingga Rp 5 juta (tingkat SMA/SMK). Padahal, PPDB seharusnya ditanggung dana BOS. Sementara pembelian buku paket, besarannya paling rendah Rp 200.000 (SD) hingga paling mahal Rp 1,8 juta (SMP).

Selain itu, seragam sekolah yang sebenarnya bisa dibeli sendiri oleh orangtua siswa di luar sekolah diwajibkan untuk dibeli di sekolah dengan rentang harga Rp 260.000 hingga Rp 1,8 juta.

Kegiatan kurban dan studi banding atau tur seharusnya bersifat sukarela dan tidak wajib, tetapi ditemukan bahwa siswa diwajibkan mengikuti studi banding dengan membayar Rp 200.000 hingga Rp 2 juta.

Oki mengatakan, dengan program BOS dan BOSDA untuk tingkat SD dan SMP, seharusnya siswa tak lagi dibebankan berbagai biaya tambahan. "Apalagi janji yang digembar-gemborkan Pemerintah Kota Tangerang Selatan adalah pendidikan gratis," ujarnya.

Karena itu, dengan hasil survei ini, TRUTH mendorong Pemkot Tangerang Selatan mewajibkan sekolah melaporkan anggaran secara terbuka. Komite sekolah juga wajib dilibatkan dalam setiap pembuatan kebijakan dan pengawasan proses pendidikan, termasuk pengelolaan dana.

Ditemui secara terpisah, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan Taryono mengatakan, seharusnya pungutan-pungutan itu tidak diperbolehkan, terutama untuk hal-hal yang sudah ditanggung BOS dan BOSDA. Karena itu, ia mempersilakan warga yang merasa dibebani dengan berbagai pungutan yang seharusnya tidak perlu untuk melaporkan sekolah yang melakukannya.

"Selain biaya operasional, pengadaan buku paket telah dibiayai oleh BOSDA. Sekolah juga dilarang menjual LKS. Perawatan gedung dan kantor guru juga sudah dibiayai oleh BOSDA. Namun, orangtua siswa yang ingin menyumbang secara sukarela diperbolehkan. Prinsipnya, sekolah tidak boleh mewajibkan atau memaksa," kata Taryono.

Ia mengungkapkan, tidak boleh terjadi anggaran ganda dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal-hal yang sudah dibiayai BOS dan BOSDA tidak lagi boleh dimintakan kepada orangtua siswa. (UTI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Maret 2017, di halaman 28 dengan judul "Pungutan Liar Terjadi di Sekolah Negeri".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temuan Mayat dalam Toren di Pondok Aren, Polisi: Saat Terendam Air, Kondisi Korban Masih Hidup

Temuan Mayat dalam Toren di Pondok Aren, Polisi: Saat Terendam Air, Kondisi Korban Masih Hidup

Megapolitan
Tak Ada Luka di Tubuh Mayat dalam Toren di Pondok Aren Berdasar Hasil Otopsi

Tak Ada Luka di Tubuh Mayat dalam Toren di Pondok Aren Berdasar Hasil Otopsi

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Penemuan Mayat Membusuk di Dalam Toren | SIM C1 Resmi Diterbitkan

[POPULER JABODETABEK] Penemuan Mayat Membusuk di Dalam Toren | SIM C1 Resmi Diterbitkan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 29 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam Ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 29 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam Ini Cerah Berawan

Megapolitan
Rute Transjakarta 11W Stasiun Klender-Pulo Gadung

Rute Transjakarta 11W Stasiun Klender-Pulo Gadung

Megapolitan
Petugas Gabungan Tertibkan Parkir Liar di Senen, 25 Motor Diangkut

Petugas Gabungan Tertibkan Parkir Liar di Senen, 25 Motor Diangkut

Megapolitan
Warga di Pondok Aren Mengaku Tak Bisa Tidur Usai Temukan Mayat di Toren Air Rumahnya

Warga di Pondok Aren Mengaku Tak Bisa Tidur Usai Temukan Mayat di Toren Air Rumahnya

Megapolitan
Sebelum Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren Ditemukan, Warga Sempat Dengar Suara Jeritan

Sebelum Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren Ditemukan, Warga Sempat Dengar Suara Jeritan

Megapolitan
Kemen PPPA Beri Pendampingan Hukum untuk Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan di Kalideres

Kemen PPPA Beri Pendampingan Hukum untuk Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan di Kalideres

Megapolitan
Tuntut Pembatalan Bintang Empat Prabowo, Koalisi Masyarakat Sipil: Punya Rekam Jejak Buruk

Tuntut Pembatalan Bintang Empat Prabowo, Koalisi Masyarakat Sipil: Punya Rekam Jejak Buruk

Megapolitan
2 Anggota Satgas Pelajar Jadi Korban Tawuran di Bogor

2 Anggota Satgas Pelajar Jadi Korban Tawuran di Bogor

Megapolitan
Polisi Tangkap 11 Pelajar yang Terlibat Tawuran di Bekasi

Polisi Tangkap 11 Pelajar yang Terlibat Tawuran di Bekasi

Megapolitan
Polisi Lacak Penadah Sindikat Pencurian Motor di Palmerah

Polisi Lacak Penadah Sindikat Pencurian Motor di Palmerah

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Palmerah Incar Motor Warga yang Diparkir di Gang

Sindikat Pencuri di Palmerah Incar Motor Warga yang Diparkir di Gang

Megapolitan
Gugat Kenaikan Pangkat Prabowo, LBH Jakarta: Rawan Konflik Kepentingan

Gugat Kenaikan Pangkat Prabowo, LBH Jakarta: Rawan Konflik Kepentingan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com