DEPOK, KOMPAS.com – Keputusan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengizinkan operasional moda transportasi kembali seperti semula mulai 7 Mei 2020 memicu kontroversi bagi penegakan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di tingkat daerah.
Pasalnya, Budi menyinggung bahwa seluruh moda transportasi dimungkinkan beroperasi asal mengangkut penumpang dan menaati protokol kesehatan.
“Dimungkinkan semua angkutan udara, kereta api, laut, bus untuk kembali beroperasi dengan catatan satu, harus menaati protokol kesehatan,” ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi V secara virtual, Rabu (6/5/2020).
Baca juga: Pemerintah Izinkan Semua Moda Transportasi Beroperasi Besok dengan Batasan Kriteria Penumpang
Pemerintah Kota Depok, misalnya, disebut menerima pertanyaan-pertanyaan dari warga mengenai penerapan PSBB di bidang yang lain.
Syarat "asal menaati protokol kesehatan" menjadi sumber kontroversi.
“Kami banyak ditanyakan terkait statement Pak Menteri untuk (transportasi umum) dibuka lagi yang dikecualikan boleh bepergian dengan syarat tertentu,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Depok Dadang Wihana dalam rapat virtual mengenai antisipasi mudik lokal yang diselenggarakan Institut Studi Transportasi, Rabu petang.
“Warga banyak tanya ke kami, tarawihan dengan protokol kesehatan kalau begitu boleh dong?” imbuh dia.
Kontroversi akibat pernyataan Budi membuat warga Depok mengesampingkan peraturan yang telah dibuat oleh pejabat wilayahnya, dalam hal ini wali kota.
Baca juga: Ini Kriteria Warga yang Dapat Kelonggaran Gunakan Moda Transportasi
Padahal, pada 22 April 2020 lalu, Wali Kota Depok Mohammad Idris melalui surat edaran secara resmi resmi melarang dihelatnya salat tarawih maupun kegiatan keagamaan lain di rumah ibadah.
Dalam bulan Ramadhan ini, praktis kegiatan tarawih secara berjamaah di masjid menurun drastis. Pemerintah dan aparat disebut masih berupaya menekan fenomena salat tarawih diam-diam yang masih ada di beberapa titik.
“Padahal kita mengeluarkan surat edaran Wali Kota Depok terkait penyelanggaraan ibadah Ramadhan dan Idul Fitri dalam situasi pandemi. Kami mengatur bahwa salat tarawih ditiadakan walau pada praktiknya ada warga yang melaksanakan itu diam-diam,” jelas Dadang.
Di samping itu, Dadang yang juga menjabat Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok menilai, pengizinan kembali bepergian dengan transportasi umum berpeluang multitafsir.
Menurut dia, interpretasi aturan di lapangan tak semudah di atas kertas, walaupun dalam peraturan itu pemerintah sudah memuat beberapa kriteria penumpang yang diizinkan bepergian dengan transportasi umum.
“Khawatir, dengan kebijakan yang sekarang dikeluarkan walaupan saya baru terima pengecualian-pengecualian yang bisa memggunakan moda transportasi, interpretasi di lapangan itu sulit,” kata dia.
“Karena ada misalkan (ketentuan), pegawai di luar pemerintah jika tidak ada surat tugas , dapat memakai surat tugas yang ditandatangani lurah atau kepala desa. Itu celah multitafsir kebijakan yang baru saja dikeluarkan gugus tugas (pemerintah) pusat,” jelas Dadang.
Sebagai informasi, pemerintah pusat melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 telah merilis beberapa ketentuan penumpang yang boleh bepergian menggunakan moda transportasi umum, pada Rabu sore.
Secara umum, mereka harus memiliki tiket dan izin dari atasan atau surat tugas.
Akan tetapi, pelaku usaha yang tidak memiliki instansi cukup membuat surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai dan diketahui kepala desa atau lurah setempat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.