Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Pejambon: Habis Manis, Sepah Dibuang

Kompas.com - 11/03/2008, 20:51 WIB

JAKARTA, SELASA - Habis manis, sepah dibuang. Itulah nasib para purnawirawan dan warakawuri (anak purnawirawan) TNI Angkatan Darat yang mendiami Kompleks Pejambon, Jakarta Pusat. Setelah beberapa lama mengabdikan diri kepada negara dengan ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, mereka terusir dari tempat tinggalnya.

Pada 9 Mei 2007, mereka mendapatkan surat edaran No. SE/01/V/2007 tentang pemurnian pangkalan/rumah dinas Kompleks Pejambon Mayonhub Dithubad. Isinya antara lain memerintahkan kepada semua penghuni yang bukan anggota, purnawirawan, dan warakuri di Pejambon untuk segera meninggalkan Kompleks Pejambon. Surat tersebut dikeluarkan oleh Komandan Batalyon Perhubungan Letnan Kolonel I Made Agung Ambara.

Seperti yang dialami oleh Soeratin purnawirawan TNI AD. Sudah 38 tahun Soeratin menempati rumahnya di Kompleks Pejambon. Soeratin mengatakan pada 1958, Kompleks Pejambon bukanlah pemukiman yang layak huni. Menurut dia, pada saat itu, Kompleks Pejambon merupakan barak tentara Belanda yang kemudian ditempati oleh TNI.

"Pada tahun '50-an, pas datang ke sini, ini barak tentara belanda. Setelah Belanda pergi, tempat ini diduduki TNI. Saat itu kondisi tak layak huni. Kemudian kami renovasi sendiri, sehingga layak dihuni. Saya sendiri tinggal di sini sejak tahun 1970," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (11/3).

Kakek berusia lebih dari 65 tahun itu mengaku kecewa dengan sikap pimpinan baru Komandan Batalyon Perhubungan Letnan Kolonel I Made Agung Ambara yang tega mengusir para pejuang kemerdekaan. Dia menuturkan warga sudah pernah meminta bertemu I Made Agung Ambara untuk mendiskusikan hal tersebut. "Namun, dia enggak mau ketemu," ujarnya.

Soeratin mengungkapkan tanah seluas enam hektare itu merupakan milik Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Hal itu dibuktikan dalam beberapa surat yang memuat nama-nama penghuni tanah milik GPIB. PAda 1980, GPIB melakukan pendataan terhadap warga Kompleks Pejambon.

"Memang sih, kami tidak punya sertifikat rumah maupun PBB. Tapi ada bukti kalau tanah yang kami banguni rumah ini adalah milik gereja. Ini gereja yang punya. Hak kepemiikan ada sejak jaman Belanda. Pada tahun 1980 gereja sudah mulai mendata orang-orang di kompleks," ungkapnya.

Eks veteran yang juga terkena penggusuran, Soeryanto, mengaku bingung jika pada 24 Maret nanti TNI AD akan mengusirnya dan keluarga.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi I Fraksi DPI P DPR RI, Permadi, menuturkan TNI AD dengan Komisi I DPR RI telah sepakat, purnawirawan dan warakawuri, terutama pejuang kemerdekaan, tidak boleh digusur.

"Para purnawirawan dan warakawuri, terutama para pejuang tidak akan digusur dari rumah dinas. Boleh menempati sampai meninggal dunia. Ini kesepakatan, akan tetapi rumah anak-anak, cucu, dan menantu menjadi urusan TNI AD. Tetapi kalau akan dilakukan penggusuran, Komisi I minta dilakukan secara bertahap dan manusiawi," ujar Permadi.

Akan tetapi, lanjut Permadi, Komisi I mempunyai jalan keluar lain. Pada saat masih aktif, anggota TNI memiliki tabungan untuk kredit rumah. Tabungan tersebut sudah mencapai ratusan miliar di yayasan di AKABRI yang pengelola perumahan bagi anggota TNI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com