Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Prita: Perkara "Internet" yang Dibahas dengan "Gaptek"

Kompas.com - 03/09/2009, 11:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Persidangan Prita Mulyasari, terdakwa kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional, yang berlangsung Kamis (3/9) pagi ini di Pengadilan Negeri Tangerang, diwarnai penjelasan yang panjang dan rumit dari saksi.

Penjelasan gaptek (gagap teknologi) itu terjadi dalam persidangan yang menghadirkan saksi Supriyanto, analis laboratorium RS Omni. Supriyadi adalah petugas yang pertama kali mengambil sampel darah Prita saat dirawat di RS tersebut.

"Saya membaca di Google," kata Supriyanto menjawab pertanyaan Samsu Anwar, pengacara Prita. Kemudian Samsu bertanya bagaimana Supriyanto mendapatkan isi surat elektronik Prita. "Saya ngetik rumah sakit lalu muncul semua. Dari yang pertama sudah ada," jawab Supriyanto. Jawaban itu didapat Samsu setelah beberapa kali mengulang maksud pertanyaannya kepada Supriyanto.

Pertanyaan lanjutan yang diutarakan Samsu adalah situs apa yang dipilih Supriyanto setelah indeks dalam "mesin pencari" Google terbuka. Namun, Samsu terlihat kesulitan untuk menyampaikan hal tersebut karena pemahaman Supriyanto yang sangat minim. Akibatnya, Supriyanto hanya mengulang jawabannya, yakni "membaca di Google", tanpa menunjuk situs "lanjutan" yang dipilihnya.

Faktanya, jika kata "rumah sakit" dimasukkan ke dalam Google maka akan muncul banyak topik dan penjelasan seputar rumah sakit, dari berbagai situs yang sama sekali tak terkait dengan kasus Prita. Contohnya, yang berada di urutan pertama adalah rumah sakit versi situs ensiklopedia online, Wikipedia, dan bukan surat Prita. Bahkan, surat itu tak terlihat di berbagai situs lain di dalam situs Google.

Menyimak polemik ini, ternyata para hakim juga tidak menengahinya. Bahkan Arthur Hangewa, Ketua Majelis Hakim, tampak berkonsultasi dengan panitera. Riyadi, Jaksa Penuntut Umum, juga hanya membisu soal ini. Pemandangan ini hanya contoh kecil, sebelum pembahasan soal perbedaan antara website, e-mail, dan internet yang tak sinkron.

Suatu pandangan yang aneh mengingat kasus Prita ini bermula ketika RS Omni Internasional menggugat secara perdata Prita Mulyasari. Setelah karyawan sebuah bank swasta itu curhat kepada teman-temannya melalui surat elektronik (e-mail) tentang ketidakpuasannya berobat di RS Omni Internasional. Kemudian pihak RS menganggap itu sebagai bentuk pencemaran nama baik. Prita didakwa Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Pasal 27 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com