Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Petasan, Kembang Api Pun Jadi

Kompas.com - 07/09/2009, 14:21 WIB

JAKARTA,KOMPAS.com — Meski peredaran petasan sudah dinyatakan dilarang oleh pemerintah, nampaknya permainan yang menggunakan mercon alias potasium chlorat sebagai bahan bakunya ini masih diminati oleh sebagian masyarakat.

Para pedagang kembang api di kawasan Pasar Pondok Gede, Bekasi mengaku, meski sudah tidak berjualan petasan, masih banyak warga yang mencari petasan untuk dimainkan jelang hari besar seperti tahun baru dan Lebaran.

"Sebenarnya masih ada saja orang yang cari petasan. Tapi karena memang sudah dilarang, ya kita sudah enggak jualan lagi," kata Amir (44), salah satu pedagang kembang api musiman di pasar tersebut, Senin (7/9).

Padahal, dasar hukum pelarangan untuk memiliki, menjual, dan menyalakan petasan sudah dengan jelas diatur dalam Perda Ketertiban Umum DKI Jakarta dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Menurut Amir, dulu di Pasar Pondok Gede masih banyak pedagang kembang api yang juga berjualan petasan. Bahkan, ketika Perda larangan tersebut dikeluarkan, mereka masih berdagang petasan meski secara sembunyi-sembunyi.

"Mulai berhenti ketika sering ada razia. Kapok, ada yang ditangkepin Satpol PP gara-gara masih jualan petasan. Padahal, jualannya juga ngumpet-ngumpet," ungkap Amir yang mulai jadi pedagang kembang api musiman di Pasar Pondok Gede sejak 10 tahun yang lalu.

Ia mengungkapkan, para warga yang masih mencari petasan umumnya dari kalangan remaja. Mereka lebih menyenangi permainan petasan yang memiliki suara ledakan yang lebih keras dibandingkan dengan kembang api. "Tapi karena sudah enggak ada yang jualan, ya akhirnya mereka jadi beli kembang api. Tapi yang dibeli juga kembang api yang suaranya agak keras. Kayak model kembang api bola-bola yang ditembakkan ke udara dan suaranya keras," terangnya.

Pendapat Amir dibenarkan oleh Etno (22), salah seorang pembeli kembang api yang ditemui di tempat yang sama. Etno mengakui, jika tidak ada larangan untuk memainkan petasan, ia lebih memilih untuk membeli petasan. "Ya lebih seru aja. Lebih ramai daripada kembang api. Tapi karena udah enggak ada yang jual, mau enggak mau belinya kembang api," kata pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai penjaga toko pulsa ini.

Etno mengatakan, ia membeli kembang api untuk persiapan malam takbiran. Demi bermain kembang api tersebut, Etno merogoh kocek hingga Rp 200.000 untuk mendapatkan satu kotak besar kembang api bola-bola dan 10 buah kembang api air mancur ukuran sedang. Uang yang digunakan pun dari hasil patungan dengan beberapa temannya di sekitar tempat tinggalnya.

Sudah Tradisi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com