Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajar, Bus di Jakarta Bobrok

Kompas.com - 02/11/2009, 08:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bobroknya bus kota di Jakarta dapat dikatakan sebagai hal wajar karena tidak ada pembatasan usia kendaraan. Pengusaha tetap mengoperasikan bus selagi bisa jalan meski usia bus sudah belasan tahun.

"Yang penting surat-suratnya masih lengkap, ya kami operasikan. Sekarang kondisi lagi susah, mau ganti mobil baru modal enggak ada," ujar H Adis, pengusaha bus kota di Cengkareng, Jakarta Barat, akhir pekan lalu.

Dia memiliki 10 bus kota ukuran sedang yang melayani rute antara lain Rawabokor-Tanahabang dan Pegadungan-Tanahabang. Meski usia bus di atas lima tahun, surat-surat kendaraannya lengkap. Dia termasuk rajin melakukan uji kendaraan bermotor (kir) dan membayar izin trayek. "Katanya kan gratis untuk kir dan izin trayek. Kenyataannya, setiap kir saya bayar. Namun, kwitansi yang saya terima tertulis Rp 0," katanya.

Dari pengamatan Warta Kota, bus kota reguler yang beroperasi di Jakarta banyak yang tak manusiawi dan membahayakan keselamatan penumpang. Banyak bus yang bannya gundul, kaca jendela tidak ada, kaca belakang pecah, tidak ada spion, bangku copot, dan persoalan lainnya.

Tak dibatasi

Kepala Bidang Angkutan Darat Dishub DKI Hendah Sunugroho di kantornya, Jalan Taman Jatibaru, Jakarta Pusat, pekan lalu mengatakan, hingga saat ini, pembatasan usia kendaraan umum hanya untuk moda taksi. "Untuk bus kota tidak ada batasan usianya, untuk taksi maksimal tujuh tahun," ujarnya.

Sunugroho menjelaskan, jumlah riil bus kota yang beroperasi saat ini 23.597 unit, tidak termasuk 418 bus transjakarta. Izin yang dikeluarkan sebanyak 26.224, tidak termasuk transjakarta.

Sunugroho menambahkan, taksi biasanya meremajakan armadanya sebelum batas waktu tujuh tahun demi kenyamanan penumpang. Sementara itu, usia bus kota bisa mencapai belasan, bahkan lebih dari 20 tahun. Biasanya para pengusaha hanya meremajakan bodi bus. Sasis dan mesin tetap. Mahalnya biaya investasi bus menjadi alasan utama mereka.

Dishub DKI mencatat, terdapat 15 perusahaan otobus besar (AC dan patas) yang beroperasi di Jakarta, bus sedang ada lima perusahaan, dan bus kecil (angkot) ada tiga perusahaan.

Menurut Sunugroho, hanya bus besar yang dikelola oleh perusahaan. Adapun bus sedang (metromini, kopaja, dan kopami) serta angkot (mikrolet dan KWK) kebanyakan dimiliki oleh pribadi sehingga perawatan kendaraan sulit dipantau. PT Metromini yang menaungi para pengusaha angkutan pun susah mengontrol karena pemiliknya perorangan.

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Bambang Susantono mengatakan, pemerintah sudah menetapkan standar layanan angkot. Namun, standar pelayanan itu kerap diabaikan karena lemahnya pengawasan. Tumpang tindih trayek atau rute juga mengakibatkan para sopir angkot saling berebut penumpang. Mereka menghalalkan segala cara agar bertahan di tengah persaingan tidak sehat.

Selain menggunakan suku cadang yang tidak standar, tutur Bambang, para pengusaha angkot juga kerap menyiasati saat uji kir dengan menyewa berbagai suku cadang barn. Setelah itu, diganti lagi dengan suku cadang yang tak layak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com