JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwana Yoga, menilai pemberian denda Rp 500.000 untuk masyarakat yang membuang sampah sembarangan tidak akan berjalan maksimal. Beberapa hal bisa menjadi penghambat.
Pertama, fasilitas pembuangan sampah di permukiman Jakarta masih minim. Pemprov DKI Jakarta, lanjut Nirwana, jangan hanya menerapkan aturan tanpa dilengkapi dengan fasilitas memadai.
"Kedua, jumlah personel Satpol PP jadi penghambat maksimal kebijakan denda. Jumlahnya terbagi karena dibagi ke Dishub DKI, menjaga jalur transjakarta," ujarnya, Minggu (17/11/2013).
Nirwono menyarankan, Pemprov DKI tidak usah terlalu terburu-buru dalam menerapkan kebijakan tersebut. Saat ini, Nirwono melanjutkan, sebaiknya kebijakan tersebut diterapkan setelah sosialisasi secara optimal dilakukan.
Sosialisasi itu pun seharusnya tak hanya dilakukan pada warga, tetapi juga instansi Pemprov DKI. "Instansi pemerintah saja masih banyak yang kotor oleh sampah dan kumuh, tapi tidak ada yang dihukum," ujarnya.
"Kalau hanya masyarakat jadi obyek untuk didenda, mereka bisa melakukan class action kebijakan itu. Karena, faktanya kantor pemerintah dan pasar saja masih banyak yang kotor," ujarnya.
Nirwana berharap, selain melakukan pembersihan internal terlebih dahulu di lingkungan pemerintah serta sosialisasi yang optimal soal kebijakan denda ini, Pemprov DKI juga bekerja sama dengan berbagai komunitas lingkungan hidup agar jadi gerakan menyeluruh.
Seperti diketahui, peringatan keras disampaikan Gubernur DKI Joko Widodo bagi masyarakat yang membuang sampah secara sembarangan di sungai Jakarta.
Warga DKI yang tertangkap melakukan pelanggaran akan dikenakan denda sebesar Rp 500.000. Tak hanya itu, perusahaan yang tertangkap buang sampah pun didenda Rp 50 juta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.