Menurut ibu korban, AS (50), pertimbangan psikologis ES membuat mereka belum berani mengadukan percobaan pelecehan tersebut. Apalagi, putranya tersebut sudah menginjak usia remaja.
"Jadi, sebelum kita melaporkan kepada kepolisian, kami banyak berpikir tentang dampak psikologis ke si anak. Anak ini mengalami trauma cukup lama hingga memberanikan diri bercerita," kata AS.
AS mengaku telah berkonsultasi kepada pengacara dan psikolog sebelum melaporkan kejadian tersebut ke Mapolda Metro Jaya. Dia tidak ingin ES merasa tertekan bila teringat kembali kejadian tersebut.
AS mengatakan, kejadian tersebut terjadi ketika putranya berada di rumah DP di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Tiba-tiba, ES kabur dan menangis sesampainya di rumah. Setelah itu. ES enggan berlatih tenis kembali.
"Tadinya setiap hari. Sekarang sudah enggak mau latihan," ujarnya.
Traumnya itu masih berlanjut hingga kini. Pada saat memberi laporan, kata AS, putranya bercerita kepada penyidik dengan terbata-bata. "Menyampaikan laporan sudah ngga kuat dia, sambil nangis-nangis," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.