Kondisi wilayah di Jakarta, ujar Bambang, awalnya terbentuk dari proses sedimentasi sungai-sungai kecil yang sekarang mengalir di seluruh Jakarta. Sehingga, tanah yang ada di Jakarta masih mengalami proses pemadatan.
"Karena sedimentasi, masih proses pemadatan. Pasti (muka tanah) turun," tutur Bambang kepada Kompas.com, Rabu (11/2/2015).
Karena muka tanah yang turun itu menyebabkan sebagian titik berbentuk seperti mangkuk. Mangkuk yang dimaksud Bambang adalah daerah yang tanahnya lebih rendah dan cekung ke dalam.
Salah satu daerah tersebut adalah Kompleks Istana Kepresidenan, yang terendam banjir pada Senin (9/2/2015). Di dekat kawasan Istana, terdapat sungai atau kali yang fungsinya memang untuk menampung air berlebih di sekitar sana.
Air berlebih atau genangan tersebut dipindahkan ke kali terdekat menggunakan pompa. "Air harus dipompa berkala, harus terus dipompa. Apalagi musim hujan sekarang ini," tambah Bambang.
Normalnya, air genangan dipompa ke kali untuk diteruskan ke waduk. Bambang mengumpamakan kalau air dari kali dipompa ke Waduk Pluit.
Kondisi Waduk Pluit seharusnya siap untuk menerima air kali tersebut dengan catatan pompa yang berfungsi memompa air dari waduk ke laut harus aktif. Jika tidak, maka air akan memenuhi Waduk Pluit yang akhirnya meluap, berdampak pada daerah-daerah di sekitarnya.
"Kalau Waduk Pluit penuh, air dari kali enggak bisa ke waduk kan, jadinya penuh di sini," jelas Bambang sambil menunjukkan gambar Istana Merdeka.
Maka dari itu, sebut Bambang, peran pompa di Jakarta itu sangat penting. Bahkan, sampai saat ini, DKI belum pernah menemukan solusi terbaik menangani banjir selain menggunakan pompa. "Pompa itu sangat diharamkan untuk mati. Harus standby terus," kata Bambang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.