Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Lagu Odong-odong...

Kompas.com - 09/03/2015, 14:46 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Kereta odong-odong itu melintas di permukiman warga. Lagu dangdut bertema percintaan mengumandang dari pengeras suara. Di belakang kereta itu duduk berderet anak-anak bersama orangtua mereka.

Pemandangan ini dengan mudah kita temui di berbagai penjuru Jakarta dan sekitarnya. Odong-odong merupakan angkutan yang tidak memenuhi standar keselamatan. Meski begitu, kereta yang terdiri atas empat bangku ini tetap menjadi pilihan banyak orangtua untuk mengajak anaknya berkeliling tamasya di sekitar permukiman.

Dengan Rp 4.000, orangtua dan anak bisa menikmati satu putaran odong-odong. Namun, di tengah kemudahan mendapatkan hiburan anak itu, terselip persoalan.

Psikolog forensik Kasandra Putranto menilai, dominasi lagu percintaan untuk orang dewasa tidak pelak berimbas pada anak-anak meski efeknya tidak langsung. Kalau saban hari anak mendengar lagu serupa, bisa dibayangkan efeknya di masa mendatang.

Apalagi, lagu tersebut menjadi bagian dari ”industri cinta”. Selain lagu, produk lain dari industri ini berupa tayangan pornografi, film di televisi, gim anak, hingga media sosial.

”Anak-anak dicuci otak. Jangan heran kalau anak-anak itu nantinya tumbuh dewasa dan terbiasa dengan cinta satu malam dan mengabaikan pernikahan, seperti yang mereka terima dari industri ini,” katanya, pekan lalu.

Rentetan yang lebih parah adalah munculnya kekerasan seksual, termasuk yang menimpa anak. Kekerasan seksual muncul karena pelaku terbiasa dengan materi percintaan dan diikuti keinginan melakukan hubungan seksual. Apabila mereka tidak punya pasangan, anak-anak yang rentan menjadi korban. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian besar dari keluarga serta anak berkebutuhan khusus menjadi kelompok yang lebih rawan menjadi korban.

Membongkar gunung es

Dalam diskusi yang diadakan Rifka Annisa, pekan lalu, terungkap banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak. LSM Rifka Annisa dan Savy Amira mencatat, satu dari tiga anak perempuan di Indonesia mengalami kekerasan seksual sebelum menginjak usia 18 tahun. Sementara Bareskrim Polri mencatat sekitar 1.600 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan tahun 2013.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 7.065 kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia antara 2011 dan 2013. Sejumlah 30,1 persen di antaranya adalah kekerasan seksual. Komnas Perlindungan Anak mencatat, 1.039 kasus kekerasan anak pada Januari-Juni 2014, dan 60 persen di antaranya adalah kasus kekerasan seksual.

Dewan Pengurus Rifka Annisa, Sri Kusyuniati, mengatakan, usia korban dan pelaku kekerasan seksual ini semakin muda. ”Kita belum punya strategi yang ampuh untuk mengurangi kekerasan seksual pada anak,” ucapnya.

Dalam kesempatan terpisah, Komisioner KPAI Titik Haryati menilai, kekerasan seksual pada anak yang terlaporkan masih berupa fenomena gunung es.

”Masih banyak korban yang enggan melaporkan karena menganggap masalah ini tabu dan aib untuk keluarga. Ada juga yang menganggap pengusutan kasus ini tidak pernah tuntas, dan memerlukan biaya besar untuk prosesnya,” kata Titik.

Psikolog Avin Yusro dari Rumah Sosial Perlindungan Anak Kementerian Sosial mengatakan, kemampuan mendengarkan anak juga membuat anak merasa mendapatkan perhatian. Dalam beberapa kasus kekerasan seksual, pelaku sengaja memberikan perhatian khusus pada anak terutama mereka yang tidak mendapatkan perhatian di rumah. Anak lantas percaya dan mau melakukan yang diperintahkan pelaku.

Kasandra berpendapat, seluruh hal yang berpotensi mengganggu perkembangan anak mesti disingkirkan. Sebut saja, narkoba, minuman beralkohol, materi pornografi dan kekerasan, hingga lagu yang tidak pas untuk anak-anak.

Penyediaan pendamping bagi anak korban kekerasan seksual juga mesti dilakukan agar korban tidak menjadi pelaku di kemudian hari. Penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual juga perlu dilakukan.

Kalau semua pihak memiliki tujuan yang sama, bukan tidak mungkin anak-anak kian mendapatkan rumah yang ramah di kotanya. (ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dimintai Keterangan, Hasto: Kader Harus Berani Menyuarakan Kebenaran

Usai Dimintai Keterangan, Hasto: Kader Harus Berani Menyuarakan Kebenaran

Megapolitan
Ibu di Tangsel Cabuli Anaknya, Kakak Ipar: Hidup Pelaku dan Keluarganya Normal

Ibu di Tangsel Cabuli Anaknya, Kakak Ipar: Hidup Pelaku dan Keluarganya Normal

Megapolitan
Ibu yang Cabuli Anak Kandung di Tangsel Kaget Videonya Viral di Media Sosial

Ibu yang Cabuli Anak Kandung di Tangsel Kaget Videonya Viral di Media Sosial

Megapolitan
Bocah di Bekasi yang Tewas Dalam Lubang Galian Air Disebut Juga Jadi Korban Pelecehan

Bocah di Bekasi yang Tewas Dalam Lubang Galian Air Disebut Juga Jadi Korban Pelecehan

Megapolitan
Cabuli Anaknya Sendiri di Tangsel, Keluarga Suami Minta Pelaku Menyerahkan Diri ke Polisi

Cabuli Anaknya Sendiri di Tangsel, Keluarga Suami Minta Pelaku Menyerahkan Diri ke Polisi

Megapolitan
Tukang Pelat di Matraman Akui Pernah Terima Pesanan Pelat Nomor Cantik, Kini Tak Berani Lagi

Tukang Pelat di Matraman Akui Pernah Terima Pesanan Pelat Nomor Cantik, Kini Tak Berani Lagi

Megapolitan
Dapat Pesan dari Prabowo, Aji Jaya Diminta Terjun ke Masyarakat Saat Kampanye Pilkada Bogor 2024

Dapat Pesan dari Prabowo, Aji Jaya Diminta Terjun ke Masyarakat Saat Kampanye Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Keluarga Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Tak Terima, Tuntut Suaminya Jadi Tersangka

Keluarga Ibu yang Cabuli Anaknya di Tangsel Tak Terima, Tuntut Suaminya Jadi Tersangka

Megapolitan
Polisi Bakal Turunkan Anjing Pelacak untuk Menyisir Rumah Pembunuh Bocah di Bekasi

Polisi Bakal Turunkan Anjing Pelacak untuk Menyisir Rumah Pembunuh Bocah di Bekasi

Megapolitan
Kebakaran di Cibubur Hanguskan Enam Kios dan Dua Mobil Pikap, Kerugian Capai Rp 216 Juta

Kebakaran di Cibubur Hanguskan Enam Kios dan Dua Mobil Pikap, Kerugian Capai Rp 216 Juta

Megapolitan
Dinkes Kota Bogor: Makanan yang Diduga Membuat Puluhan Warga Keracunan Dibuat Sehari Sebelum Acara Haul

Dinkes Kota Bogor: Makanan yang Diduga Membuat Puluhan Warga Keracunan Dibuat Sehari Sebelum Acara Haul

Megapolitan
Ibu yang Cabuli Anak di Tangsel Kerja sebagai Pengamen, Bertemu dengan Sang Suami di 'Jalanan'

Ibu yang Cabuli Anak di Tangsel Kerja sebagai Pengamen, Bertemu dengan Sang Suami di "Jalanan"

Megapolitan
Motor Warga di Medan Satria Bekasi Dicuri, Pelaku Beraksi Saat Siang Hari

Motor Warga di Medan Satria Bekasi Dicuri, Pelaku Beraksi Saat Siang Hari

Megapolitan
Warga Jaktim Bakal Kena Denda Maksimal Rp 50 Juta jika Ditemukan Jentik Nyamuk DBD di Rumahnya

Warga Jaktim Bakal Kena Denda Maksimal Rp 50 Juta jika Ditemukan Jentik Nyamuk DBD di Rumahnya

Megapolitan
Hasto Mengaku Tak Kenal dengan Orang yang Laporkan Dirinya ke Polisi

Hasto Mengaku Tak Kenal dengan Orang yang Laporkan Dirinya ke Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com