Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampung Bandan, dari Rawa Lalu Tumbuh dan Menumbuhkan

Kompas.com - 23/06/2015, 14:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS
- Relasi sebuah wilayah dengan penduduknya merupakan hubungan yang timbal balik. Saat sebuah wilayah tumbuh, penduduk juga akan bertambah. Di Kampung Bandan, Ancol, Jakarta Utara, relasi tersebut membuat warga harus menguruk rawa dan empang, lalu secara pasti "menumbuhkan" kawasan sekitarnya.

Masih teringat jelas di benak Sutimin (43) bagaimana dirinya akhirnya bisa memiliki rumah berukuran 3,5 meter x 6 meter di Blok D RT 009 RW 004 di Kampung Muka, Kampung Bandan, Jakarta Utara. Saat itu umurnya masih di awal 20-an dan baru saja menikah. Dia memilih membangun tempat tinggal di wilayah ini karena menjanjikan banyak pekerjaan.

Puing bangunan, juga tanah, dibeli sedikit demi sedikit agar bisa menimbun empang sedalam 6 meter itu.

"Setelah berjalan dua tahun, 'gubuk derita' ini jadi juga," ujar bapak dua anak itu, Senin (22/6).

Rumah Sutimin yang bercat kuning itu berlantai dua. Di lantai satu/bawah, ruang yang paling berperan adalah ruang utama yang terdiri dari ruang makan, ruang tamu, dapur, juga tempat usaha. Sebuah komputer lengkap dengan mesin pencetak terletak di sisi kanan ruangan, berdampingan dengan rak kaca tempat menyimpan jualan kartu perdana untuk telepon seluler.

Pria kelahiran Magelang, Jawa Tengah, ini mengontrakkan dua kamar di lantai dua rumahnya kepada pekerja dengan biaya bulanan.

Sarwiti (35), istri Sutimin, mengungkapkan, hal itu cukup membantu perekonomian keluarga. "Sekarang pendapatan bersih setiap hari paling Rp 100.000 yang hanya cukup untuk keperluan sehari-hari. Padahal, dua anak sekolah dan butuh biaya tinggi," katanya.

Memiliki rumah yang lebih baik, lanjut Sarwiti, merupakan impiannya sejak lama. Di kawasan ini, banjir rutin menyapa. Pasang air laut juga tak jarang menyebabkan banjir meski tidak menggenangi permukiman warga. Tidak hanya itu, rumah yang tak jauh dari jalur rel kereta api menambah bising suasana kampung padat ini.

Akan tetapi, karena persoalan ekonomi, Sarwiti dan keluarganya harus bertahan.

Hal yang sama diungkapkan Casmini (36), penghuni lain di blok yang sama dengan Sarwiti. Ibu satu anak ini mengontrak salah satu kamar bersama suaminya yang bekerja sebagai tenaga keamanan di Pasar Pagi Mangga Dua, tak jauh dari situ.

Rantai ekonomi

Kampung Bandan merupakan salah satu kawasan tua di Jakarta. Berawal dari tahun 1621 saat Gubernur Jenderal JP Coen menaklukkan Pulau Banda, ia kemudian memanfaatkan kawasan ini untuk menampung budak-budak dari Banda, Maluku.

Waktu itu, rakyat Banda yang selamat ditawan dan diangkut ke Batavia (Jakarta). Mereka dikurung di sebuah penjara. Karena tidak muat, banyak dari mereka dimukimkan di sekitar penjara dengan pengawasan ketat (Kompas, 17/2/2013).

Waktu berlalu, kawasan ini tumbuh menjadi permukiman padat dan kumuh. Menurut Lurah Ancol Sumpeno, sekitar 2.000 keluarga tercatat resmi bermukim di wilayah ini. Warga bermata pencarian sebagai tukang ojek, buruh, karyawan, atau pedagang makanan.

Jumlah pengontrak bisa lebih dari 10.000 jiwa. "Sekitar 70 persen yang menetap di Kampung Bandan bekerja di salah satu area perekonomian terbesar di Jakarta, yaitu seputar Pasar Pagi Mangga Dua, ITC Mangga Dua, WTC, sejumlah hotel, juga di kawasan pergudangan," ucap Sumpeno.

Dalam perkembangannya, diketahui bahwa Kampung Bandan masuk dalam lahan milik PT Kereta Api Indonesia. Kini, kawasan itu merupakan salah satu lokasi pembangunan dengan konsep transit oriented development (TOD). Kawasan perumahan dan bisnis yang terkoneksi dengan angkutan massal dan reguler. Salah satu yang dijanjikan, di kawasan ini akan disediakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) untuk relokasi warga yang saat ini menetap di perkampungan padat.

Sekretaris Kota Jakarta Utara Junaedi menyampaikan, warga yang terkena program akan didata dan diinventarisasi terlebih dahulu. Menurut rencana, mereka akan dipindahkan ke rusunawa sebelum lahan yang mereka tinggali dikerjakan.

Wakil Ketua RW 004, Kampung Bandan, Feri S mengingatkan agar program pemerintah itu bisa berjalan seiring dengan harapan warga. Warga telah ikut membangun wilayah ini selama puluhan tahun. Mereka mempunyai ikatan sosial dan ekonomi kuat di lokasi ini. Mereka bagian dari rantai ekonomi di kawasan ini yang turut menghidupi Jakarta.

Sebagian warga juga membayar Pajak Bumi dan Bangunan setiap tahun. Apabila direlokasi, agar hak mereka tidak dilupakan. "Kami harap pemerintah bersikap adil dan menyiapkan pilihan yang luas. Dengan begitu, warga di sini terlayani baik dan merasa benar-benar diperhatikan pemerintah," ujar Feri. (Saiful Rijal Yunus)

Berita telah tayang di harian Kompas edisi 23 Juni 2015, di halaman 1 dengan judul "Dari Rawa, Lalu Tumbuh, dan Menumbuhkan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diisukan Bakal Dipindah ke Nusakambangan, Pegi Perong Tiap Malam Menangis

Diisukan Bakal Dipindah ke Nusakambangan, Pegi Perong Tiap Malam Menangis

Megapolitan
Juru Parkir Liar di JIS Bikin Resah Masyarakat, Polisi Siap Menindak

Juru Parkir Liar di JIS Bikin Resah Masyarakat, Polisi Siap Menindak

Megapolitan
Pegi Perong Bakal Ajukan Praperadilan Atas Penetapannya sebagai Tersangka di Kasus Vina Cirebon

Pegi Perong Bakal Ajukan Praperadilan Atas Penetapannya sebagai Tersangka di Kasus Vina Cirebon

Megapolitan
Viral Tukang Ayam Goreng di Jakbar Diperas dengan Modus Tukar Uang Receh, Polisi Cek TKP

Viral Tukang Ayam Goreng di Jakbar Diperas dengan Modus Tukar Uang Receh, Polisi Cek TKP

Megapolitan
Peremajaan IPA Buaran Berlangsung, Pelanggan Diimbau Tampung Air untuk Antisipasi

Peremajaan IPA Buaran Berlangsung, Pelanggan Diimbau Tampung Air untuk Antisipasi

Megapolitan
Jaksel Peringkat Ke-2 Kota dengan SDM Paling Maju, Wali Kota: Ini Keberhasilan Warga

Jaksel Peringkat Ke-2 Kota dengan SDM Paling Maju, Wali Kota: Ini Keberhasilan Warga

Megapolitan
Gara-gara Mayat Dalam Toren, Sutrisno Tak Bisa Tidur 2 Hari dan Kini Mengungsi di Rumah Mertua

Gara-gara Mayat Dalam Toren, Sutrisno Tak Bisa Tidur 2 Hari dan Kini Mengungsi di Rumah Mertua

Megapolitan
Imbas Penemuan Mayat Dalam Toren, Keluarga Sutrisno Langsung Ganti Pipa dan Bak Mandi

Imbas Penemuan Mayat Dalam Toren, Keluarga Sutrisno Langsung Ganti Pipa dan Bak Mandi

Megapolitan
3 Pemuda di Jakut Curi Spion Mobil Fortuner dan Land Cruiser, Nekat Masuk Halaman Rumah Warga

3 Pemuda di Jakut Curi Spion Mobil Fortuner dan Land Cruiser, Nekat Masuk Halaman Rumah Warga

Megapolitan
Seorang Wanita Kecopetan di Bus Transjakarta Arah Palmerah, Ponsel Senilai Rp 19 Juta Raib

Seorang Wanita Kecopetan di Bus Transjakarta Arah Palmerah, Ponsel Senilai Rp 19 Juta Raib

Megapolitan
3 Pemuda Maling Spion Mobil di 9 Titik Jakut, Hasilnya untuk Kebutuhan Harian dan Narkoba

3 Pemuda Maling Spion Mobil di 9 Titik Jakut, Hasilnya untuk Kebutuhan Harian dan Narkoba

Megapolitan
Melawan Saat Ditangkap, Tiga Pencuri Spion Mobil di Jakarta Utara Ditembak Polisi

Melawan Saat Ditangkap, Tiga Pencuri Spion Mobil di Jakarta Utara Ditembak Polisi

Megapolitan
Terungkapnya Bisnis Video Porno Anak di Telegram: Pelaku Jual Ribuan Konten dan Untung Ratusan Juta Rupiah

Terungkapnya Bisnis Video Porno Anak di Telegram: Pelaku Jual Ribuan Konten dan Untung Ratusan Juta Rupiah

Megapolitan
Rugi Hampir Rp 3 Miliar karena Dugaan Penipuan, Pria di Jaktim Kehilangan Rumah dan Kendaraan

Rugi Hampir Rp 3 Miliar karena Dugaan Penipuan, Pria di Jaktim Kehilangan Rumah dan Kendaraan

Megapolitan
Geramnya Ketua RW di Cilincing, Usir Paksa 'Debt Collector' yang Berkali-kali 'Mangkal' di Wilayahnya

Geramnya Ketua RW di Cilincing, Usir Paksa "Debt Collector" yang Berkali-kali "Mangkal" di Wilayahnya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com