Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/12/2015, 20:46 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pengemudi metromini di Jakarta Utara berniat untuk bergabung ke Transjakarta sebagai sopir.

Namun, mereka memberikan syarat, salah satunya penghasilan di atas upah minimum provinsi (UMP) DKI.

Hal ini disampaikan dalam menanggapi pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut bahwa DKI mampu menggaji sopir bahkan hingga 3,5 kali UMP.

Salah satu sopir Metromini 23 jurusan Tanjung Priok-Cilincing, Wasdi (52), mengatakan, ia mau bergabung dengan Transjakarta jika pemerintah menawarkan penghasilan sesuai syarat tersebut.

Bahkan, jika gajinya di atas UMP DKI tahun depan yang sebesar Rp 3,1 juta, maka hal itu menurut dia sudah cukup, asalkan ditambah uang makan dan uang rokok.

"Yang penting lebih dari UMP (tahun depan) Rp 3,1 juta sudah cukup, asal tambah uang makan. Soalnya, penghasilan kami sekarang begini saja sudah Rp 3,5 juta bersih per bulan. Makanya kalau di bawah itu, saya enggak mau, kurang," kata Wasdi, saat ditemui di Terminal Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (17/12/2015).

Wasdi mengatakan, dirinya sehari-hari dapat memperoleh Rp 900.000 sebagai pengendara metromini.

Namun, jumlah itu termasuk setoran Rp 500.000. Wasdi juga mesti menyisihkan Rp 100.000 untuk istrinya, dan Rp 50.000 untuk makan dan uang rokok per hari, lalu sisanya untuk membeli solar agar besok bisa beroperasi kembali.

Oleh karenanya, ia tak mau bergabung jika pemerintah hanya memberikan gaji di bawah UMP. Sebab, ia beralasan, biaya hidup keluarga saja menurutnya sudah Rp 2,4 juta per bulan, dan sewa kontrakan Rp 600.000 per bulan. Itu belum termasuk uang untuk anak.

"Namanya program pemerintah, saya sih setuju saja, asal kalau (upah) saya di atas Rp 3,1 juta dan ada uang makan ya. Kalau digaji lebih begitu kan saya juga enggak pusing mikir setoran," ujar bapak tujuh anak ini.

Wasdi mengatakan, setoran memang kadang membuat oknum sopir metromini ugal-ugalan. Namun, kasus kecelakaan menurutnya bukan cuma terjadi karena mengejar setoran.

"Itu kurang disiplin pengemudinya. Kadang egonya tinggi. Ada juga karena ledek-ledekan di jalan. Kalau prinsip saya, kerja bukan untuk balap-balapan (mobil)," ujar warga Lagoa, Koja, tersebut.

Yanto (35), sopir Metromini 24 Tanjung Priok-Senen mengatakan hal senada. Ia setuju untuk bergabung ke Transjakarta dan mendapatkan gaji tetap, asalkan, nilainya di atas UMP tahun depan plus uang makan.

"Yang penting di atas itu, sama ada uang makan. Kami aja kalau narik full sebulan sudah Rp 3,5 juta," ujar Yanto.

Namun, Yanto mempertanyakan persoalan umur. Sebab, berdasarkan informasi yang dia tahu, Transjakarta merekrut sopir dengan umur di bawah 35 tahun.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon 'Debt Collector'

Cerita Warga Sempat Trauma Naik JakLingko karena Sopir Ugal-ugalan Sambil Ditelepon "Debt Collector"

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

[POPULER JABODETABEK] Seorang Pria Ditangkap Buntut Bayar Makan Warteg Sesukanya | Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017

Megapolitan
Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Libur Nasional, Ganjil Genap Jakarta Tanggal 9-10 Mei 2024 Ditiadakan

Megapolitan
Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Curhat ke Polisi, Warga Klender: Kalau Diserang Petasan, Apakah Kami Diam Saja?

Megapolitan
Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com