JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono berkomentar mengenai kenaikan biaya pengurusan surat kendaraan. Dia mengatakan kenaikan tersebut masih dalam batas wajar karena merupakan bentuk penyesuaian setelah beberapa tahun tidak naik.
"Ini ceritanya dulu katanya sudah lama tidak naik, sudah 7 tahun, sehingga kenaikan ini dianggap wajar-wajar saja," ujar Sumarsono di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (5/1/2017).
Namun, Sumarsono menegaskan bahwa kenaikan biaya pengurusan surat kendaraan ini tidak berkaitan dengan pembatasan kendaraan. Upaya Pemerintah Provinsi DKI sendiri dalam hal pembatasan kendaraan adalah dengan menerapkan jalan berbayar atau ERP.
"Kalau STNK tidak terlalu nyambung dengan upaya pemerintah ke pembatasan kendaraan. Ini murni karena lama tidak naik dan dengan kenaikan yang masih dalam batas wajar," ujar Sumarsono.
Keputusan menaikkan tarif pengurusan surat-surat bermotor diberlakukan seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif atau Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam peraturan baru tersebut, terdapat penambahan tarif pengurusan, antara lain pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara. (Baca: YLKI Nilai Alasan Pemerintah Naikkan Biaya STNK Tak Tepat)
Besaran kenaikan biaya kepengurusan surat-surat kendaraan ini naik dua sampai tiga kali lipat. Misalnya, untuk penerbitan STNK roda dua maupun roda tiga, pada peraturan lama hanya membayar Rp 50.000, peraturan baru membuat tarif menjadi Rp 100.000.
Untuk roda empat, dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000. Kenaikan cukup besar terjadi di penerbitan BPKB baru dan ganti kepemilikan. Roda dua dan tiga yang sebelumya dikenakan biaya Rp 80.000, dengan peraturan baru ini, akan menjadi Rp 225.000. Roda empat yang sebelumnya Rp 100.000 kini dikenakan biaya Rp 375.000 atau meningkat tiga kali lipat.