Salin Artikel

Cerita Pak Ogah Hampir Ditabrak Mobil Mewah hingga Ditendang

Jaka, bersama kedua temannya Fikri, dan Diki merupakan tiga supeltas asal Jakarta Pusat yang kerap mangkal di putaran Cideng, Jakarta Pusat.

Pantauan Kompas.com, Jumat (5/1/2018), ketiga supeltas itu tampak mengenakan rompi hijau bergaris biru yang dibelakangnya bertuliskan "SUPELTAS".

Rompi ini mirip rompi yang dipakai polisi lalu lintas. Para supeltas juga mengenakan topi berwarna biru dengan tulisan "sukarelawan pengatur lalu lintas".

Bila Pak Ogah identik dengan celana pendek dan sendal, tidak bagi ketiga supeltas ini. Jaka dan ketiga temannya kompak mengenakan celana jeans panjang dan sepatu kets.

Ketiganya juga sigap mengatur kepadatan lalu lintas kendaraan yang hendak memutar di kawasan Cideng.

Para supeltas ini tampak luwes mempraktikkan gerakan-gerakan pengaturan lalu lintas yang biasa dilakukan Polantas. Sebelumnya para supeltas telah diberikan pelatihan langsung oleh para polantas.

Ketiga supeltas ini juga tak tampak meminta sejumlah uang kepada para pengendara seperti Pak Ogah pada umumnya. Namun, ada saja pengendara roda empat atau dua yang secara sukarela memberi sejumlah uang kepada mereka.

Saat berbincang dengan Kompas.com, Jaka mengatakan seluruh seragam seperti topi dan rompi wajib dikenakan para supeltas.

Ini untuk membedakan mana Pak Ogah yang telah menjadi supeltas dan mana yang masih "liar".

Dalam aturan, kata Jaka selain seragam para supeltas juga diwajibkan menggunakan alas kaki tertutup.

"Semua anggota saya pakai seragam lengkap Bang. Karena aturannya sudah seperti itu. Tapi ada juga yang liar yang enggak mau ikut aturan," ujar Jaka.

Para supeltas, lanjut Jaka juga tidak diperbolehkan meminta uang alias "ngecrek" kepada para pengendara yang lewat. Bila ketahuan pada supeltas akan diberi sanksi.

Sanksi tegas para supeltas akan diberhentikan dari supeltas. Namun, Jaka mengatakan ada saja pengendara yang berbaik hati memberikan uang kepada mereka.

"Pokoknya kami enggak boleh 'ngecrek'," ujar Jaka.

Jaka berujar, tak semua gerakan lalu lintas yang telah dilatih, digunakan di lapangan. Gerakan "berhenti" dan "maju" merupakan dua gerakan yang paling sering digunakan untuk mengatur lalu lintas.

Menjadi supeltas, kata Jaka merupakan profesi yang cukup berbahaya. Jaka menceritakan, dia dan supeltas lainnya cukup sering hampir ditabrak oleh mobil mewah yang memaksa untuk melaju melewati putaran dan enggan untuk berhenti. Padahal saat itu kendaraan yang ingin berputar dari arah berlawanan cukup padat.

Jaka juga mengaku pernah ditendang dan dimaki oleh seorang oknum yang menggunakan seragam loreng-loreng tanpa tahu sebabnya.

"Kadang-kadang kami ini kena risiko. Mobil kami tahan supaya enggak maju, tapi dia kencang. Pernah juga ditendang mirip-mirip anggota, maki-maki katanya minggir kalau dia lewat. Pokonya orang kaya dan anggota lah yang susah banget diatur di jalan," ujar Jaka.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Halim Pagarra mengatakan, 500 sukarelawan pengatur lalu lintas (supeltas) atau yang dikenal dengan sebutan "Pak Ogah" sudah mulai bekerja sejak akhir Oktober 2017.

Pembentukan supeltas dilakukan untuk membantu polisi dalam mengurai kemacetan di sejumlah persimpangan dan perputaran padat kendaraan. Para supeltas diberikan pelatihan lalu lintas oleh para Polantas.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/01/05/15290611/cerita-pak-ogah-hampir-ditabrak-mobil-mewah-hingga-ditendang

Terkini Lainnya

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Polisi Dalami Peran Belasan Saksi Dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke