Sebab, RPJMD milik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013.
Khususnya pada bagian rencana penataan kawasan kumuh. Gembong mengatakan, hal itu mengesankan tidak ada perubahan selama lima tahun atau selama periode pemerintahan sebelumnya.
"Kalau (RPJMD) itu benar-benar dirancang seperti itu, artinya Anies ini menafikan masa pemerintahan sebelumnya. Seolah-olah dari 2013-2018 tidak ada perubahan," ujar Gembong ketika dihubungi, Selasa (10/4/2018).
"Artinya tidak ada kinerja yang mengarahkan perbaikan kualitas kampung kumuh," tambahnya.
Padahal, menurut Gembong, tidak mungkin tidak ada perubahan sama sekali selama lima tahun.
Gembong mengakui dirinya tidak memiliki data pasti terkait jumlah permukiman kumuh di Jakarta. Namun, dia yakin data kawasan kumuh pasti menurun.
"Saya meyakini pasti ada perubahan, tidak mungkin dari 2013 angka itu stagnan," kata Gembong.
Sebelumnya, dalam rapat paripurna DPRD DKI Jakarta, Fraksi PDI-P mempertanyakan janji Anies dalam RPJMD untuk mengentaskan 223 RW jadi 23 RW kumuh.
Menurut mereka, data itu diambil dari BPS tahun 2013. Gubernur Anies berjanji akan mengecek data itu.
"Di akhir tadi ada catatan Fraksi PDI-P yang menyangkut data 23 RW dan juga data rujukan tahunnya. Nanti semua ini akan kami cek ulang, kami perhatikan," kata Anies.
Dalam RPJMD, disebutkan jumlah RW kumuh sebesar 223 atau 15,53 persen dari 264 RW yang diteliti BPS.
RPJMD itu juga mencantumkan Program Penataan Kawasan Perumahan dan Permukiman atau Kampung Upgrading Program yang memiliki tiga rangkaian.
Tiga rangkaian itu adalah community action plan (CAP), collaborative implementation program (CIP), dan program monitoring dan evaluasi. Hingga 2022, ditargetkan akan tertata 200 RW kumuh.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/04/10/20324861/kalau-rpjmd-dirancang-seperti-itu-anies-menafikan-pemerintahan-sebelumnya