Ia menuturkan pengemudi ojek online hanya menuntut keadilan dan kesetaraan tarif yang lebih manusiawi.
"Kami enggak menuntut (tarif per kilometer) naik Rp 3.000 banget kok, selayaknya saja. Setidaknya tarifnya bisa mencukupi pendapatan dari pengemudi ojek online itu sendiri," ucap Andreanes di Kantor Sekretariat Garda, Jakarta Pusat, Kamis (16/8/2018).
Andreanes berharap aplikator ojek online dapat memikirkan pengeluaran yang harus ditanggung pengemudi.
Ia menilai pemasukan pengemudi ojek online tidak sebanding dengan pengeluaran setiap hari.
"Pulsa saja sudah berapa, belum bensin, jadinya enggak masuk akal. Setidaknya adalah langkah-langkah yang dilakukan pihak aplikator," ujar Andreanes.
Sebelumnya, dua aplikator ojek online yakni Grab dan Go-Jek mengaku telah menaikkan tarif per kilometer.
Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menyatakan, Grab telah menaikkan standar tarif pengemudi per kilometer terhitung sejak Mei 2018.
Ridzki menyampaikan, Grab telah menaikkan argo minimum setiap perjalanan dari Rp 5.000 menjadi Rp 7.000 yang artinya tarif per kilometer untuk perjalanan jarak pendek naik dari Rp 1.600 menjadi Rp 2.300.
Selanjutnya, GrabBike telah meningkatkan rata-rata tarif per kilometer dalam skala jauh di atas Rp 2.000 melalui peningkatan teknologi berdasarkan masukan mitra pengemudi aktif.
Manajemen Go-jek juga mengaku telah menaikkan tarif per kilometer bagi para mitra pengemudinya.
Chief Public Policy and Goverment Relations Go-Jek Shinto Nugroho mengatakan, pihaknya menaikkan tarif menjadi Rp 2.200-Rp 3.300 per kilometer untuk tarif jarak dekat.
Sebelumnya, tarif dipatok Rp 1.600 per kilometer untuk jarak dekat.
Selain menaikkan tarif, manajemen Go-jek mengklaim memberikan tambahan penghasilan untuk layanan yang dilakukan mitra saat tengah malam.
Shinto mengatakan, dalam memperhitungkan tarif, Go-Jek harus tetap memastikan daya saing tiap mitranya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/16/21224041/kami-enggak-menuntut-tarif-naik-rp-3000-banget-selayaknya-saja