Direktur Operasional PT Transjakarta Daud Joseph mengatakan, opsi ini dipilih sebab ongkos membangun halte jauh lebih mahal daripada membuat bus stop.
"Ini butuh investasi, investasi juga bukan hal yang mudah karena di dalamnya ada pembebasan lahan kemudian rekayasa lalu lintas dan sebagainya. Tentunya kalau melihat dua kondisi ini akan sangat lebih mudah untuk membenahi dulu yang non-BRT (bus rapid transit)," kata Joseph, di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (9/11/2018).
Joseph mengatakan, ongkos membangun halte seperti di koridor transjakarta bisa mencapai Rp 1 miliar.
Sementara untuk membangun bus stop berupa tiang hanya membutuhkan Rp 600.000.
"Seperti kita ketahui, PT Transjakarta tahun ini tidak mendapatkan PMD (penyertaan modal daerah). Jadi langkah pertama kami akan mulai dulu dari yang non-BRT dan beberapa halte BRT yang prioritas," ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya menargetkan halte angkutan massal dibangun tiap 500 meter di Jakarta.
Ia mengatakan, saat ini sebagian besar halte yang ada, jangkauannya mencapai satu kilometer.
Menurut Anies, dengan jangkauan satu kilometer, warga malas menggunakan transportasi umum karena terlalu jauh.
Ia meminta warga dimudahkan mengakses transportasi.
"Sehingga rakyat tidak perlu berjalan terlalu jauh. Begitu diubah 500 meter jangkauan transjakarta, itu turun sekali jadi tinggal 30 persen (wilayah dan ruas jalan)," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (5/11/2018).
Transjakarta saat ini memiliki jalur lintasan 251,2 kilometer dan memiliki 260 halte yang tersebar dalam 13 koridor.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/11/09/18364021/ongkos-bangun-halte-mahal-pt-transjakarta-pilih-buat-bus-stop