Salin Artikel

Pesan Dokter: Jangan Keluar Rumah jika Tak Perlu, Jangan Egois...

JAKARTA, KOMPAS.com - Kamila Fitri Islami sadar bahwa sebagian besar tugasnya sebagai dokter jaga di Instalasi Gawat Darurat menangani PDP Covid-19, belum akan usai dalam waktu dekat.

Penyebabnya tak lain disebabkan tren ekskalasi kasus Covid-19 di Indonesia yang masih terus melonjak. Belum ada kabar baik.

"Saya pribadi, kalau awal-awal sih, harapannya mungkin masih tinggi. Nanti akan selesai dalam waktu dekat dan kita bisa kembali beraktivitas normal seperti sebelum ada Covid-19," kata dokter sebuah rumah sakit di bilangan Tangerang Selatan itu, ketika dihubungi Kompas.com, Senin (18/5/2020) malam.

"Sekarang, mungkin sudah sering dengar (istilah) 'new normal'. Jadinya sekarang sudah enggak muluk-muluk lagi. Artinya, harapanku bukan semua hilang, tapi mencoba lebih realistis," ungkap dia.

Istilah "new normal" belakangan digaungkan pemerintah mendorong masyarakat agar "berdamai dan berdampingan" dengan virus corona yang belum dapat diterka kapan ujungnya.

Rencana menerapkan new normal berkaitan dengan rencana memutar kembali roda aktivitas bisnis dan sosial, seperti membuka mal hingga sekolah.

Bukan hanya new normal, pemerintah juga akan melakukan "pengurangan PSBB", sesuatu yang diklaim oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy kemarin, berbeda dengan pelonggaran PSBB.

Jengkel

Bukan hanya wacana new normal yang memupus harapan Kamila, juga ribuan atau jutaan tenaga-tenaga medis lainnya di Indonesia, untuk dapat bernapas lega dalam waktu dekat.

Tanpa pemerintah menginstruksikan pola kehidupan baru --new normal, masyarakat juga tampak mulai abai terhadap protokol kesehatan guna menekan laju penularan Covid-19.

Terutama di masa-masa jelang Lebaran seperti ini, kerumunan kembali timbul di mana-mana seakan Covid-19 sudah lenyap dari muka bumi.

Di Jakarta, Pasar Jiung Kemayoran dan Pasar Tanah Abang sudah kembali berjubel manusia. Di jalanan Ibu Kota, mobil-mobil kembali berdesakan, mengular panjang dalam kemacetan jalan raya.

Sebelumnya, peristiwa ditutupnya gerai makanan cepat saji McDonald's di Sarinah bahkan dirayakan demikian semarak dengan kerumunan orang tanpa aparat kuasa membubarkannya.

Kamila tahu, semakin meningkatnya jumlah kerumunan, maka potensi lonjakan kasus Covid-19 di depan mata. Ia tak habis pikir dengan pola pikir egoistik di balik mulai ramainya lagi tempat-tempat publik.

"Saya rasa juga temen-temen sejawat, kalau ditanya, pasti merasa jengkel. Beberapa bulan terakhir nih sudah dibilangin A sampai Z jangan keluar dan kita sudah usaha, tapi kok masih ada yang egois," ungkap Kamila.

Belakangan, gelombang kekesalan tenaga medis sampai menyeruak ke media sosial. Tagar #IndonesiaTerserah dan #TerserahIndonesia bertahan beberapa hari di jagat Twitter.

Suatu tagar yang mewakili rasa frustrasi para tenaga medis atas lalainya masyarakat terhadap pandemi Covid-19.

Lebih dari itu, Kamila menilai, ada yang lebih gawat dari keadaan ini. Sistem layanan kesehatan, termasuk jumlah tenaga medis, ada batasnya untuk menampung lonjakan kasus.

"Sekarang di Jakarta kan sudah zona merah semua. Kita sudah benar-benar tidak tahu pasien tertular dari mana," kata dokter yang akrab disapa Ila itu.

"Dengan di rumah memutus mata rantai itu sudah benar banget untuk setidaknya memperlambat penularan. Seberapa pentingnya? Ya penting."

"Karena kalau ini terus berlanjut tanpa ujung, tenaga kesehatan kan terbatas, di satu sisi kasus terus naik. Selama itu pula rumah sakit terus crowded. Akhirnya rumah sakit bisa shutdown, kan juga tidak menutup kemungkinan. Jangan sampai lah," ujar dia.

Jangan egois

Kamila mengaku sudah terbiasa selama 2,5 bulan ini menangani kasus-kasus berkaitan dengan Covid-19.

Delapan jam sehari ia bertugas. Selama itu pula, sekujur tubuhnya harus dibungkus oleh alat pelindung diri (APD) level 3 --pakaian yang dianggap menyerupai "baju astronot".

Selama delapan jam pula ia dan rekan seprofesi harus menguasai "keterampilan" baru, yakni terampil membendung rasa dahaga, lapar, hingga buang air.

"Sekalinya masuk (ruang infeksius), kita tuh makan, minum, bahkan buang air ke toilet kan tidak bisa. Bisa tapi berarti harus lepas semua, mandi dekontaminasi, kalau ada pasien nanti pakai lagi. Sayang APD, karena APD terbatas. Jadi ya kami nahan," ungkap Kamila.

"Sekarang karena sudah beberapa waktu mungkin jadi terbiasa. Tapi waktu awal sih kaget. Haus, kebelet-kebeletnya itu, sesak napas karena pengap, gerah dan keringatannya," ujar dia.

Di samping itu, lantaran kemungkinan besar dirinya terpapar oleh virus corona, sudah 2,5 bulan pula ia tak pulang ke rumah.

Selama itu juga ia tak pernah memeluk keluarganya, meskipun kini menjelang masa-masa Lebaran, saatnya silaturahim, waktunya berkumpul dengan keluarga.

Sesuatu yang teramat dalam ia rindukan.

"Yang dikangenin itulah ngumpul semua orang-orang terdekat dengan teman maupun keluarga," ucap Kamila.

Menurut data The Conversation, rasio kematian tenaga medis di Indonesia akibat melayani pasien Covid-19 kini ada di angka 6,5 persen. Artinya 6-7 dari 100 kematian akibat Covid-19 merupakan tenaga medis.

Sementara itu, rata-rata global, rasio kematian tenaga medis hanya 0,3 persen.

Bercermin dari statistik ini, seluruh tenaga medis bukan hanya belum pulang selama 3 bulan belakangan.

Menyedihkan, memang, mendapati bahwa mereka juga berpeluang tak akan pulang lagi menemui orangtua, selama-lamanya, karena gugur dalam tugas.

Diam di rumah adalah langkah paling kecil sekaligus langkah paling besar untuk menyelamatkan tenaga medis, selain juga menyelamatkan manusia-manusia lainnya dari potensi tertular Covid-19.

Langkah yang sangat berarti agar sistem kesehatan nasional tak terkapar dihajar badai Covid-19 yang melonjak.

"Butuh effort besar, sudah bukan tempatnya kalau hanya memikirkan diri sendiri, ramai-ramai cari alasan karena bosan di rumah atau segala macam. Yang mengalami itu bukan cuma 1-2 orang saja, tapi semuanya," ujar Kamila.

"Makanya, sebisa mungkin kalau tidak mendesak, jangan egois lah. Diam di rumah itu membantu sekali. Jangan egois benar, jangan mikirin diri sendiri," tandasnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/05/19/12372001/pesan-dokter-jangan-keluar-rumah-jika-tak-perlu-jangan-egois

Terkini Lainnya

Tak Sadar Jarinya Digigit Sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Tak Sadar Jarinya Digigit Sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Megapolitan
Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Megapolitan
Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Megapolitan
Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Megapolitan
PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

Megapolitan
Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Megapolitan
Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Megapolitan
Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Megapolitan
Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Megapolitan
Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Megapolitan
17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

17 Kambing Milik Warga Depok Dicuri, Hanya Sisakan Jeroan di Kandang

Megapolitan
Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Pintu Rumah Tak Dikunci, Motor Warga di Sunter Dicuri Maling

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke