Salin Artikel

Pengusaha Warteg Mengaku Babak Belur karena Pandemi Covid-19

Namun, kebijakan-kebijakan itu tak selalu berjalan mulus. Hal seperti itu terasa di sektor kuliner di Ibu Kota, terutama warteg.

Kebijakan waktu makan hanya 20 menit dan harus menunjukkan sertifikat vaksin dikritik. Kebijakan itu dinilai tidak tepat oleh Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara).

Kondisi pengusaha warteg kini babak belur. Omset terus merosot. Sejulah pengusaha warteg terpaksa pulang kampung.

Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan, hampir 50 persen pengusaha warteg di Jabodetabek sudah pulang kampung.

Ia menambahkan, kampung-kampung di Kabupaten Tegal dan Brebes di Jawa Tengah sebelum pandemi Covid-19 hampir kosong. Mereka pergi ke Jakarta dan sekitarnya untuk membuka warteg.

“Ternyata sekarang jumlah yang tadinya kosong, karena pandemi ini sekarang penuh (di kampung). Artinya 50 persen pedagang warteg di Jabodetabek kembali ke kampungnya. Itu jumlah kasarnya begitu,” kata Mukroni.

Ia menyebutkan, bisnis pengusaha warteg saat ini terhempas pandemi Covid-19. Menurut Mukroni, omset pengusaha warteg turun sekitar 50-60 persen.

Pembatasan waktu makan selama 20 menit di warung makan selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 jadi sorotan Kowantara.

Aturan tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 dan Level 3 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai, waktu 20 menit cukup bagi seseorang makan di warung atau tempat sejenis. Proses tersebut dinilai cukup dilakukan asal pengunjung tak banyak berbicara.

Namun, Mukroni menilai makanan di warteg bervariasi dan membutuhkan waktu yang lama untuk disiapkan.

“Di PPKM ini kan ada kebijakan tentang 20 menit. Ini menurut saya kebijakannya yang tidak tepat. Pertama, menu-menu di warteg itu kan bervariasi, ada yang ikan, orek tempe, tumis kangkung dan ya mungkin saya bisa lima menit,” ujar Mukroni.

Ia menyebutkan, hidangan seperti pecel lele perlu waktu yang lama. Pasalnya, lele harus digoreng hingga kering.

“Itu kan lelenya hidup. Harus goreng dulu. Gorengnya juga tak bisa cepat. Harus crispy, kering,” kata Mukroni.

Kritik rencana kebijakan tunjukkan sertifikat vaksinasi

Mukroni juga mengkritik rencana kebijakan yang akan mengharuskan pengujung warteg menunjukkan sertifikat vaksinasi Covid-19. Dia mengatakan, orang-orang yang telah divaksinasi masih bisa tertular Covid-19 jika tak menerapkan protokol kesehatan.

“Mereka (pengusaha warteg) sudah melewati 1,5 tahun, artinya mereka sudah tahu proses kesehatannya. Jangan dianggap bahwa warteg itu tak mau menaati, tak tahu prokes. Itu kan tidak,” kata Mukroni.

Mukroni berharap pemerintah tidak memberikan sanksi dan kebijakan yang justru memberatkan pengusaha warteg.

“Ini posisi warteg sudah kolaps, terus dikasih kebijakan. Misalnya kan darahnya tinggi, kan enggak bisa divaksin. Ini bagaimana, apa tidak boleh makan di warteg?” kata Mukroni.

Di meminta pemerintah lebih baik membantu pengusaha warteg di masa pandemi Covid-19 ini.

Pemerintah bisa membantu pengusaha yang tak memiliki masker atau menata ruangan warung demi memenuhi standar protokol kesehatan.

https://megapolitan.kompas.com/read/2021/08/02/09193191/pengusaha-warteg-mengaku-babak-belur-karena-pandemi-covid-19

Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Setubuhi Korban Sebelum Membunuhnya

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Dikenakan Pasal Pembunuhan Berencana

Megapolitan
Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Tak Sadar Jarinya Digigit sampai Putus, Satpam Gereja: Ada yang Bilang 'Itu Jarinya Buntung'

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Pembunuh Wanita Dalam Koper Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Pembunuhan dan Curas

Megapolitan
Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Korban Duga Pelaku yang Gigit Jarinya hingga Putus di Bawah Pengaruh Alkohol

Megapolitan
Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Geng Motor Nekat Masuk 'Kandang Tentara' di Halim, Kena Gebuk Provost Lalu Diringkus Polisi

Megapolitan
Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Banyak Kondom Bekas Berserak, Satpol PP Jaga RTH Tubagus Angke

Megapolitan
Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Bukan Rebutan Lahan Parkir, Ini Penyebab Pria di Pondok Aren Gigit Jari Satpam Gereja hingga Putus

Megapolitan
PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

PN Jakbar Tunda Sidang Kasus Narkotika Ammar Zoni

Megapolitan
Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Pelaku dan Korban Pembunuhan Wanita Dalam Koper Kerja di Perusahaan yang Sama

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Curi Uang Rp 43 Juta Milik Perusahaan Tempat Korban Kerja

Megapolitan
Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Pengemis yang Videonya Viral karena Paksa Orang Sedekah Berkali-kali Minta Dipulangkan dari RSJ Bogor

Megapolitan
Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Mengaku Kerja di Minimarket, Pemuda Curi Uang Rp 43 Juta dari Brankas Toko

Megapolitan
Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Kronologi Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus, Kesal Teman Korban Ikut Memarkirkan Kendaraan

Megapolitan
Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Syarat Maju Pilkada DKI Jalur Independen: KTP dan Pernyataan Dukungan Warga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke