JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perdagangan memberlakukan aturan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah hingga kemasan premium, yang mulai berlaku Selasa (1/2/2022).
Untuk minyak goreng curah, HET sebesar Rp 11.500 per liter. Harga minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan harga minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter.
Turunnya harga minyak goreng ini tentu disambut gembira oleh masyarakat. Namun, aturan ini dikeluhkan sejumlah pedagang di pasar karena stok tidak mendukung.
Pedagang minyak goreng di Pasar Slipi, Jakarta Barat, hingga Rabu (2/2/2022), masih kesulitan mendapatkan stok minyak goreng murah dari distributor.
Salah satu pedagang, Syawal, mengaku baru sekali mendapatkan stok minyak goreng kemasan dengan harga murah dari distributor.
"Saya baru sekali ini dapat jatah dari distributor, dapat yang kemasan 2 liter. Itu pun didata siapa saja yang dapat, mungkin toko lainnya juga begitu," kata Syawal, kepada wartawan, Rabu
Selain itu, ia hanya mendapat satu dus minyak goreng kemasan dengan harga murah karena pembelian dibatasi oleh distributor.
"Tapi dijatah hanya dapat satu dus dari distributor. Jadi saya cuma dapat minyak kemasan ukuran 2 liter satu dus, isinya enam," jelas Syawal.
Syawal mengatakan, minyak goreng kemasan dengan harga tersebut pun langsung ludes dalam hitungan menit setelah diantar distributor.
"Tadi habis 15 menit, baru datang langsung habis. Cuma ada enam kemasan," kata dia.
Di sisi lain, ia melihat, masih banyak pedagang yang menjual minyak goreng harga lebih tinggi karena tidak kebagian stok.
"Saya lihat masih ada pedagang yang menjual stok lama yang harga Rp 20.000 sampai Rp 21.000. Itu jelas enggak laku, soalnya orang mencari yang harga Rp 14.000 atau paling mahal Rp 16.000," kata Syawal.
Dalam keadaan demikian, Syawal mengatakan, pedagang mau tidak mau harus rugi.
Kelangkaan stok minyak murah dari distributor juga dirasakan Totok, pedagang sembako di Pasar Kalideres.
Hingga kini, Totok mengaku sama sekali belum pernah mendapat stok minyak goreng murah dari distributor.
"Saya selama ini belum dapat minyak goreng murah. Jujur, selama ini saya cuma dengar doang kalau ada minyak murah, tapi enggak pernah lihat ada stoknya. Jadi seperti aturan bohongan," kata Totok saat dihubungi.
Lantaran tak ada stok minyak goreng murah dari distributor, ia pun terpaksa menjual minyak goreng dengan harga lama.
"Jadi saya masih jual Rp 19.000, kalau ukuran 2 liter harganya Rp 38.000," imbuh Totok.
Keadaan ini diakui Totok membuat pedagang seperti dirinya dalam keadaan serba buntung. Sebab, minyak goreng yang ia beli dengan harga normal dari distributor itu menjadi tak laku.
"Program harga ini bikin bangkrut agen dan pedagang, soalnya kita yang punya stok lama kan jadi enggak laku," kata dia.
Situasinya pun semakin tercekik dengan adanya razia pemerintah terhadap pedagang yang menjual minyak goreng dengan harga lebih tinggi.
"Sementara, operasi pasar digelar jor-joran di mana-mana. Padahal, saya saja rugi, enggak laku, enggak ada yang mau beli karena ada minyak yang lebih murah," ujarnya, mengeluh.
Strategi dagang
Menyikapi keadaan ini, Syawal mengatakan, pedagang memang harus pandai menjalankan strategi bisnis.
Sebab, mereka menjual barang dagangan yang harganya mudah naik dan turun, seperti minyak goreng.
"Balik lagi ke strategi pedagang, sebaiknya di waktu harga minyal mahal, jangan ambil banyak. Kalau ambil banyak, pas harga turun begini kan repot," ucap Syawal.
Seperti strategi yang ia lakukan. Syawal memilih untuk tidak mengambil minyak goreng harga lebih tinggi, meskipun lapak dagangannya kosong.
Hal ia lakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
"Saya mending kosong, daripada nanti harga turun jauh dan rugi terlalu gede," kata Syawal.
Namun, ia menyiasati kekosongan lapak dengan menjual minyak curah untuk dijual eceran kepada pelanggan.
"Kalau saya pribadi, enggak ada stok lama. Cuma stok curah buat pelanggan saja. Stoknya satu jeriken, jadi laku-laku saja karena langganan. Terkadang, ada pedagang makanan yang harus beli biarpun harga mahal," pungkas dia.
Kalau ada stok, pedagang untung
Di sisi lain, Syawal mengatakan, jika stok minyak goreng murah memadai, maka pedagang pasar sepertinya bisa mendapat laba lebih dengan menjual minyak sesuai HET.
Kata dia, keuntungan bisa diperoleh karena minyak yang ia jual dengan harga murah telah disubsidi oleh pemerintah.
"Saat menjual dengan harga Rp 40.000 per dua liter, saya ambil untung hanya Rp 2.000. Saat menjual kemasan yang sama seharga Rp 28.000, tetap saya ambil untung Rp 2.000. Ambil keuntungannya sama saja, tapi modal jadi lebih kecil," jelas Syawal.
Jika stoknya ada, lanjut Syawal, tidak hanya konsumen yang diuntungkan, pedagang pun ikut merasakan manfaatnya.
Ia pun berharap, stok minyak goreng murah untuk pedagang seperti dirinya bisa segera terkendali.
"Harapannya ya stok ke pasar lebih banyak, lebih bagus. Buktinya saya jual yang itu kayaknya lebih cepat laku kalau yang Rp 14.000. Syukur-syukur ada yang curah gitu, katanya harganya Rp 11.500," pungkas Syawal.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/02/03/09414991/keluhan-pedagang-pasar-yang-sulit-dapatkan-stok-minyak-goreng-murah