Kejari Jaksel telah menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif perkara tindak pidana.
"Penghentian ketetapan penuntutan diterbitkan atas dasar tentu penanganan dan penyelesaian kasus ini dengan pendekatan restorative justice," ujar Kepala Kejari Jaksel Nurcahyo kepada wartawan, Rabu (27/4/2022).
Nurcahyo mengatakan, penghentian penuntutan kasus penganiayaan tersebut didasari sejumlah persyaratan yang telah dipenuhi.
Syarat pertama yakni adanya penerimaan permohonan maaf dari keluarga korban terkait penganiayaan yang dilakukan tersangka.
Menurut Nurcahyo, penerimaan maaf keluarga korban dilakukan tanpa syarat sehingga perdamaian dapat berjalan.
"Kemudian tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, lalu ancaman pidananya tidak melebihi 5 tahun. Pasal 351 ayat 1 ini ancaman pidananya 2 tahun 8 bulan," ucap Nurcahyo.
"Dengan dasar itu, kami anggap penyelesaian kasus ini telah dilakukan berdasarkan pendekatan restorative justice yaitu kami anggap selesai," kata Nurcahyo.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Jaksel Denny Wicaksono menjelaskan, kasus penganiayaan dengan tersangka Riadi terjadi pada Februari 2022.
Riadi telah menjalani masa tahanan sekitar dua bulan di Mapolsek Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Kami lihat latar belakang Riadi adalah teman dekat korban, mungkin akibat minum anggur, lalu mabuk jadinya ada pemantik dari korban yang mengakibatkan tersangka emosi, gelap mata," kata Denny.
Denny berharap penyelesaian kasus ini bisa menjadi pelajaran untuk Riadi agar tak mengulangi perbuatannya, baik terhadap korban maupun orang lain.
"Saya berharap di bulan penuh berkah ini Riadi bisa kumpul sama keluarga dan tidak mengulangi perbuatannya, karena bisa suatu dicabut kalau melakukan penganiayaan lagi," ucap Denny.
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/04/27/14113061/terapkan-restorative-justice-kejari-jaksel-hentikan-kasus-penganiayaan