Salin Artikel

Tobatnya Geng Tawuran, Menjelma Jadi Pemusik "Kamus Akustik" Yang Beken

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku tawuran kerap kali dicap sebagai biang onar di lingkungannya. Biasanya, mereka yang kedapatan tawuran sering "dikarantina" di karang taruna.

Namun, kelompok karang taruna sering dianggap sekedar kumpulan orang-orang yang kerjanya rapat tanpa ada kontribusi yang nyata di lingkungan.

Nyatanya tak semua begitu. Ada yang beda dengan apa yang dilakukan La Ode Hardian, Ketua Karang Taruna Kebon Baru, Jakarta Selatan.

La Ode berjuang menjadikan organisasi yang dipimpinnya mampu berprestasi bahkan membanggakan lingkungan lewat grup musiknya.

Pria berusia 32 tahun ini pertama kali mengajak Bimo menjadi ketua grup musik karang taruna pada 6 Januari 2019.

Berawal dengan nama 'Katakustik' yang kependekan dari karang taruna musik, Bimo mengajak dua teman lainnya untuk bergabung. Namanya pun berubah menjadi 'Kamus Akustik'.

"Nah kami mau menghapus paradigma kalau karang taruna tak hanya aktif saat menjelang perayaan 17 Agustus saja, tetapi ada kegiatan seru contohnya bermusik," ucap Bimo dilansir dari Antara, dikutip Sabtu (6/8/2022).

Bimo mengatakan setelah mengenal anggota lainnya yang bernama Farhan, Kamus Akustik menjadi lebih berkembang dengan tampil di sebuah kafe jalanan (coffee street) pada Desember 2021.

Namun penampilan pertama itu malah membuat mereka tidak ingin dibayar lantaran kegiatan ini dilakukan sukarela sehingga hanya ingin menyalurkan hobi bermusik saja.

Bahkan anggota Kamus Akustik juga rela membawa alat musik sendiri mulai dari gitar hingga kajon dengan menaiki motor dari satu tempat ke tempat lainnya.

Lama kelamaan, penampilan Kamus Akustik semakin dikenal banyak orang hingga akhirnya pemilik usaha tersebut memberikan bayaran pertama kali yakni Rp 150 ribu pada akhir 2020.

Bimo dan teman-temannya pun mulai berani mematok harga setiap kali tampil di sebuah acara karena semakin banyak kafe maupun warung jalanan yang memanggil mereka.

Saat ini mereka bisa mencapai penghasilan sebanyak Rp500 ribu untuk sekali tampil.

"Bayaran itu kami masukkan ke dalam kas buat perawatan alat seperti senar, service sistem suara, beli bensin atau konsumsi saat latihan," ujar Bimo.

Mantan Anak Tawuran

Siapa yang sangka kalau anggota Kamus Akustik dulunya jebolan pelaku tawuran. Namun, mereka sadar dengan berprinsip ingin berkumpul dengan teman dan bisa menghasilkan sesuatu.

Kamus Akustik tak punya syarat khusus untuk menjadi anggota, bahkan para mantan pelaku tawuran juga bisa bergabung jika memang memiliki potensi dalam bermusik.

La Ode selaku ketua Karang Taruna Kebon Baru memang memiliki perhatian kepada para mantan pelaku tawuran yang membutuhkan binaan.

Ia berupa melakukan pendekatan dengan Bintara Pembina Desa (Babinsa), Bimbingan Massal Polri (Bimaspol), Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), dan lainnya.

Pendekatan dilakukan agar aparat tersebut tidak mengeksekusi anak yang terlibat tawuran itu.

"Mereka punya hak, itu peran kita untuk menggandeng jangan langsung dimasukkan ke penjara," kata La Ode.

Menurut La Ode kekacauan anak-anak itu bisa dirundingkan dulu dengan melihat potensi yang sebenarnya ada dalam diri mereka.

"Kami punya bidang pertanian, grup musik, teater, dan futsal. Jadi kami rohnya untuk mencegah konflik sosial," tutur La Ode.

Dari Panggung ke Panggung

Dibentuk sejak 2019, mustahil jika grup musik dengan delapan personel tetap ini tak memiliki banyak pengalaman selama manggung.

Bahkan setiap penampilan mereka bisa mengubah genre lagu dengan membaca situasi di tempat mengikuti selera penonton.

"Tempat kopi itu random dan tugas kami membaca situasi dan penonton. Karena kami dibayar untuk menghibur penonton bukan menghibur diri sendiri," kata Bimo.

Bimo berujar setiap panggung beda seleranya. Misalnya saja, kafe jalanan memiliki selera yang lebih variatif, mulai dari reggae, pop melayu, hingga dangdut.

Menurut Bimo, hal ini karena kafe jalanan lebih menjual kebersamaan dengan berlatar belakang trotoar disertai suara kendaraan roda dua dan empat yang berlalulalang.

Berbeda lagi jika tampil di kafe yang menetap maka mereka memilih lagu terbaru dan viral karena di tempat tersebut suasana dan kenyamanan lebih diutamakan.

Mereka tak hanya sekedar tampil, namun juga berinteraksi dengan penonton layaknya diperlakukan seperti teman tongkrongan.

Jika para penonton menikmati penampilan mereka, maka dari situ mereka menilai penampilan berhasil menghidupkan suasana.

"Meski tampilan kami tidak terlalu ganteng, kami bisa bangun suasana," kata personel bernama Farhan.

Karang Taruna Bisa Jadi Landasan

La Ode menilai karang taruna bisa menjadi solusi efektif untuk mengatasi tawuran yang sering terjadi di wilayahnya.

Namun semua kembali bagaimana pengaruh antara kelompok baik dan buruk yang dipandang masyarakat. Menurut dia, kalau kelompok buruk jauh lebih besar, karang taruna akan kalah pengaruh.

"Makanya caranya itu bagaimana memperbesar dulu pengaruh kami di wilayah," kata La Ode.

Jika para pelaku tawuran diarahkan ke karang taruna, kata La Ode, seharusnya karang taruna juga aktif menyediakan berbagai program agar bisa membuahkan hasil bagi kedua belah pihak.

Adapun cara meyakinkan mantan pelaku tawuran untuk mau bergabung yakni dengan mengenal kesukaan mereka.

Lalu mereka dimasukkan ke dalam program yang dimiliki karang taruna dan ditunjukkan sejumlah prestasinya, kata dia.

Bahkan La Ode tak segan menunjuk anggota karang taruna untuk melatih kepemimpinan dengan cara menjadikan dia sebagai ketua acara 17 Agustus mendatang.

Selain itu, Raja juga mendekati anak-anak pelaku tawuran itu dengan bermain futsal gratis sembari dibina oleh karang taruna.

"Kami ikuti alurnya mereka, lama-lama mereka juga akan sadar sendiri," kata Raja.

Dengan demikian, para remaja karang taruna ini berharap agar kegiatan positif yang digencarkan mereka terus berkembang.

Harapannya bisa menjadi daya tarik bagi pemuda untuk berbuat yang positif di masyarakat.

https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/06/12004681/tobatnya-geng-tawuran-menjelma-jadi-pemusik-kamus-akustik-yang-beken

Terkini Lainnya

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

Megapolitan
Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Ketua RW: Aktivitas Ibadah yang Dilakukan Mahasiswa di Tangsel Sudah Dikeluhkan Warga

Megapolitan
Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya 'Nyentong' Nasi Sendiri

Pemilik Warteg Kesal, Pria yang Bayar Makanan Sesukanya "Nyentong" Nasi Sendiri

Megapolitan
Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Hampir Dua Pekan, Preman yang Hancurkan Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Warga Bogor yang Rumahnya Ambruk akibat Longsor Bakal Disewakan Tempat Tinggal Sementara

Megapolitan
Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Jelang Kedatangan Jemaah, Asrama Haji Embarkasi Jakarta Mulai Berbenah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke