JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum eks Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, Adriel Viari Purba mempertanyakan makna surat kecil yang dikirimkan Irjen Teddy Minahasa kepada kliennya.
Surat itu ditulis Teddy saat Dody ditahan di Mapolda Metro Jaya karena terlibat dalam peredaran narkotika jenis sabu.
Adriel mengajukan beberapa pertanyaan kepada saksi ahli bahasa dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Krisanjaya dalam sidang kliennya di PN Jakarta Barat, Rabu (8/3/2023).
"Dody harus menyatu dengan saya. Tarik semua keterangan yang memberatkan saya dan Dody, berikutnya buang badan ke Arif," kata Adriel saat membacakan isi surat dari Teddy Minahasa.
Adriel kemudian bertanya, apakah kalimat tersebut termasuk perintah. Mendengar hal itu, Krisanjaya pun membenarkannya.
"Penggunaan kata 'harus' di situ menandai perintah," ujar Krisanjaya.
Adriel kembali mengajukan pertanyaan pada dosen UNJ tersebut. Kali ini soal kalimat selanjutnya dalam surat itu yang berbunyi "tarik semua keterangan yang memberatkan saya dan Dody. Buang badan ke Arif."
"Kalimat perintah," ucap Krisanjaya.
Adriel lanjut bertanya soal kalimat "tidak ada penyisihan bb (barang bukti)". Krisanjaya berpandangan kalimat ini merupakan penyangkalan.
"Kalimat berita, menegasikan atau menyangkal tidak ada barang bukti. Mulai dengan frasa tidak ada," jelas Krisanjaya.
Dalam sidang sebelumnya terungkap Teddy Minahasa, sempat meminta Dody bersekutu dengannya melalui sebuah surat.
Bahkan, mantan Kapolda Sumatera Barat itu juga berencana mengambinghitamkan rekannya, Linda Pujiastuti alias Anita. Di surat itu, kata Dody, Teddy memintanya untuk bergabung menjadi satu kubu dalam perkara peredaran sabu yang menjerat keduanya.
Teddy dan Dody saling lempar tuduhan dalam pusaran kasus narkoba yang menjerat keduanya.
Teddy menyatakan tidak terlibat dalam kasus peredaran narkoba, sedangkan Dody mengaku menyisihkan barang bukti sabu untuk dijual atas perintah Teddy.
Menurut jaksa dalam dakwaannya, Teddy bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/03/08/19000761/kuasa-hukum-akbp-dody-pertanyakan-makna-surat-yang-dikirim-teddy-minahasa