Dalam catatan terbaru yang dikeluarkan oleh Nafas, rata-rata polutan udara PM 2.5 di Tangerang Selatan pada Juli berada di angka 60 µg/m³ (mikrogram per meter kubik), naik dari 56 µg/m³.
Wilayah Serpong, Tangerang Selatan, berada di peringkat pertama kualitas udara terburuk dengan rata-rata PM 2.5 yang dihasilkan 80 µg/m³. Nafas menyatakan, kualitas udara tersebut tidak sehat untuk manusia.
Sementara itu, urutan kedua ditempati oleh Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, dengan rata-rata PM 2.5 yang dihasilkan 79 µg/m³.
Kemudian, peringkat ketiga dan keempat ditempati oleh Parung Panjang, Bogor, dan Babakan, Tangerang Selatan, dengan masing-masing PM 2.5 yang dihasilkan 70 µg/m³.
Berdasarkan data Nafas, banyak wilayah di Jabodetabek yang mengalami peningkatan PM 2.5 pada Juli 2023. Polusi di setiap kota rata-rata meningkat 5-9 persen dari bulan sebelumnya.
Artinya, kualitas udara di banyak wilayah Jabodetabek semakin buruk.
Buruknya kualitas udara ini mengintai kesehatan warga, termasuk anak-anak.
Menurut Nafas Indonesia, menghirup udara buruk terus-menerus dalam jangka pendek bisa berefek ke otak, yakni bisa mengidap attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
ADHD adalah gangguan mental yang kerap kali dialami oleh anak-anak. Efek ini bahkan bisa terjadi sejak anak masih dalam kandungan.
Polusi udara juga menimbulkan masalah influenza dan rhinitis, juga bisa berefek pada jantung, paru-paru, dan penuaan dini.
Sementara itu, menghirup polusi udara buruk dalam jangka pendek bisa berefek ke otak, yakni alzheimer, parkinson, stroke. Bahaya lain yang juga mengintai yakni pneumonia, kanker paru-paru, dan penyumbatan darah.
Perempuan juga bisa melahirkan secara prematur jika terus-menerus menghirup udara buruk.
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/09/17453901/kualitas-udara-tangerang-selatan-terburuk-di-indonesia-pada-juli-2023