Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak menuturkan, dua tersangka ditangkap di dua lokasi berbeda, yakni di wilayah Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan.
Dua tersangka berinisial R (21) dan LNH (17). Tersangka LNH tergolong masih di bawah umur atau berstatus anak berhadapan dengan hukum.
"Pada tanggal 3 Agustus 2023, tim penyidik gabungan menangkap tersangka berinisial R di Sumatera Selatan," tutur Ade di Mapolda Metro Jaya, Jumat (18/8/2023).
"Kemudian pada tanggal 4 Agustus, kembali tim gabungan Subdit Siber menangkap anak berhadapan dengan hukum (ABH) atas inisial LNH di Banjarmasin, Kalimantan Selatan," lanjut dia.
Ade mengatakan, tersangka R kini telah ditahan di rumah tahanan (rutan) Polda Metro Jaya. Sementara itu, LNH ditahan secara terpisah dan bukan oleh tim penyidik.
Sejumlah alat bukti turut diamankan dari tangan kedua tersangka tersebut. Barang bukti dari tangan tersangka LNH antara lain satu ponsel berikut dengan dua akun Telegram.
LNH merupakan admin akun Telegram yang dia buat untuk jual beli konten pornografi anak.
"Sedangkan barang bukti dari tersangka R, yaitu satu ponsel dan lima kartu sim," kata Ade.
Dua tersangka terancam Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara enam tahun.
"Dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar dan atau Pasal 4 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, termasuk Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, termasuk dijerat Pasal 76i juncto Pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ucap Ade.
"Yang mana disebutkan dilarang untuk mengeksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terjadap anak dengan ancaman pidana penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta," ungkap Ade.
Isu jual beli video gay anak secara daring bukan kali pertama mencuat di Indonesia. Kepolisian di DKI Jakarta pernah mengungkap kasus yang sama pada 2017.
Berdasarkan catatan Kompas.com, 17 September 2017, Polda Metro Jaya mengungkap kasus peredaran video gay anak. Sebanyak tiga pelaku berinisial Y (19), H (30), dan I (30) ditangkap.
Pelaku yang ditangkap di Purworejo, Garut, dan Bogor itu beraksi melalui media sosial Twitter dan aplikasi pesan singkat Telegram.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, para pelaku berafiliasi dengan jaringan internasional. Anggota di dalam jaringan itu berasal dari 49 negara.
Pelaku dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Pornografi, serta UU Perlindungan Anak.
Kini, praktik jual video pornografi anak di media sosial kembali terjadi. Secara spesifik, konten itu menampilkan aktivitas menyimpang antara anak laki-laki dengan pria dewasa.
Penelusuran Kompas.com, Jumat (28/7/2023), konten itu diistilahkan sebagai "VGK", singkatan dari video gay kid.
Promosinya dilakukan di sejumlah media sosial, misalnya Instagram dan Twitter. Akun yang memperjualbelikan video gay anak mengunggah foto anak dan mendeskripsikan sosok maupun aktivitasnya.
Unggahan itu mayoritas mendapatkan komentar dari pengikut akun yang tertarik dengan video sang anak. Mereka meminta pemilik akun mengirimkannya secara privat.
Dari beberapa akun yang mempromosikan VGK, Kompas.com mendapat dua nomor WhatsApp Business dan Telegram yang khusus dipakai untuk transaksi video gay anak.
Nomor pertama memakai nama samaran "James Hopkinst", sedangkan nomor kedua menggunakan nama "MoreKidd".
https://megapolitan.kompas.com/read/2023/08/18/19394561/dua-tersangka-penjual-video-gay-anak-ditangkap-salah-satunya-masih-di