JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Jakarta Selatan tak menemukan pelanggaran soal larangan terhadap sosialisasi calon anggota legislatif (caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI bernama Yuni Sri Rahayu (41).
Komisioner Bawaslu Kota Jakarta Selatan Ahmad Fahlevi menyebutkan, larangan sosialisasi yang disinyalir dilakukan ketua RT di Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, terhadap Yuni tak terbukti.
“Hanya miskomunikasi saja antara Ibu Yuni dan ketua RT setempat,” ujar Levi saat dikonfirmasi, Minggu (4/2/2024).
Terjadi sebelum masa kampanye
Kasus ini bermula saat Yuni yang sehari-harinya bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT) hendak meminta izin kepada sang ketua RT untuk sosialisasi.
Levi menyebut, Yuni meminta izin jauh sebelum masa kampanye terbuka, tepatnya pada Oktober 2023.
“Jadi, Ibu Yuni ini ternyata minta izinnya sejak jauh-jauh hari, bukan pas masa kampanye yang dimulai pada akhir tahun 2023,” ungkap Levi.
Saat meminta izin, Ketua RT di tempat Yuni tinggal diduga tak memberikan respons serius.
Ketua RT justru berkelakar bahwa di wilayahnya sudah ada caleg lain yang didukung, sehingga Yuni tak boleh sosialisasi.
“Pernyataan dari ketua RT kemudian dianggap serius sebagai sebuah larangan. Ibu Yuni kemudian menganggap bahwa dirinya memang tak boleh bersosialisasi di sekitar kontrakannya sampai saat ini,” tutur Levi.
Bawaslu hanya minta keterangan Yuni
Levi menyebut, pihaknya sampai saat ini hanya meminta penjelasan dari pihak yang diduga korban.
Bawaslu langsung meminta keterangan dari Yuni setelah pemberitaan soal pelarangan sosialisasi muncul di media.
“Kemarin kami baca di Kompas, katanya ada caleg yang enggak boleh sosialisasi sama RT setempat, jadi kami langsung telusuri dan telepon yang bersangkutan,” ucap dia.
Setelah didalami, memang ada penyampaian yang tidak utuh dari Yuni kepada awak media.
Levi mengatakan, Yuni tak menjelaskan soal kapan dirinya meminta izin untuk sosialisasi.
Sementara, awak media menganggap bahwa yang bersangkutan tak diperbolehkan untuk sosialisasi saat masa kampanye terbuka.
“Saya baru tahu juga, ternyata enggak disampaikan ke teman-teman media soal kapan Ibu Yuni minta izin sosialisasi. Jadi memang ada sedikit miskomunikasi dengan rekan media,” kata dia.
Kasus tak dilanjutkan
Levi mengungkap, pihaknya telah memutuskan untuk tak melanjutkan kasus ini.
Hal itu didasari karena dari pihak diduga korban telah ada pengakuan bahwa peristiwa ini murni miskomunikasi.
“Kami memutuskan untuk tak menelusuri lebih dalam setelah mendengar penjelasan dari Ibu Yuni,” imbuh dia singkat
Diberitakan sebelumnya, Yuni Sri Rahayu mengaku tak diperbolehkan untuk melakukan sosialisasi di sekitar kontrakannya meski telah terdaftar resmi sebagai caleg DPRD DKI Jakarta.
“Jujur saja, di sini, di kontrakan saya, saya tidak diperbolehkan untuk sosialisasi waktu minta izin,” kata dia saat ditemui wartawan, Kamis (1/2/2024).
Yuni mengaku tak diberi izin oleh salah satu perangkat wilayah setempat.
Alasannya, wilayah yang dihuni Yuni telah mendeklarasikan dukungan untuk beberapa caleg.
Namun, karena mendapat penolakan di awal. Ia menganggap pernyataan dari perangkat tersebut berlaku hingga sekarang.
“Mereka bilang gini, ‘karena di sini sudah mendukung dua caleg, jadi enggak bisa sosialisasi’,” ungkap Yuni, menceritakan perkataan oknum tersebut.
Yuni yang berstatus sebagai pendatang akhirnya mencoba legawa.
Ia tak ingin membuat gaduh wilayah tempat tinggalnya gara-gara hal seperti ini dan memilih berkampanye di lokasi lain.
“Karena aku pendatang, aku sadar diri dan menghargai aja. Toh kita bisa sosialisasi di tempat lain,” tutup dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/02/05/10574741/prt-caleg-dprd-dki-ngaku-dilarang-kampanye-ternyata-miskomunikasi