JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, wacana pengembangan food estate di Kepulauan Seribu layaknya proyek latah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Wacana tersebut disampaikan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) 2024 Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Selasa (19/3/2024).
"Butuh perencanaan yang matang jangan buru-buru dan terjebak pada buang buang anggaran," ucap Bhima kepada Kompas.com, Rabu (20/3/2024).
"Prosesnya itu semua bisa butuh dua sampai tiga tahun untuk optimal," ucap Bhima lagi.
Dia menyebutkan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan food estate di Kepulauan Seribu itu.
Pertama, ucap Bhima, dalam prosesnya perlu berkonsultasi bermakna dari masyarakat, nelayan, serta pelaku usaha yang sudah eksisting.
Kedua, pemerintah juga sudah harus membuat rantai pasok hasil lumbung pangan itu mau dijual atau diserap ke mana saja hasil produksinya.
"Ketiga, memasukkan program tersebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) minimum lima tahun," ucap Bhima.
Terakhir, pemerintah juga mengatur alokasi anggaran sampai ke hal yang detail seperti pengadaan cold storage untuk ikan, mesin pengering rumput laut modern, dan tenaga pendamping.
Harus partisipatif
Menurut Bhima, Pemprov DKI akan sulit jika latah mengikuti jejak pemerintah pusat yang mana banyak proyek sifatnya top-down justru berakhir gagal.
Apabila Kepulauan Seribu ingin dijadikan pusat perikanan, kata Bhima, konsepnya harus partisipatif. Artinya, kebutuhan nelayan dan ekosistem di sana seperti apa harus sudah jadi pertimbangan utama.
"Jangan malah medatangkan investor kakap dari luar dan meminggirkan para nelayan, perajin rumput laut yang eksisting," ucap Bhima.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga harus memperhatikan dampak lingkungannya, misalnya kekhawatiran limbah yang mencemari laut.
Selain itu, masalah lain yang harus dicegah adalah overfishing atau penangkapan ikan secara tidak berkelanjutan.
Klaim punya kekayaan SDA
Heru menerangkan, Kepulauan Seribu dipilih sebagai kawasan yang akan dikembangkan menjadi lumbung pangan karena memiliki kekayaan sumber daya alam.
"Kepulauan Seribu merupakan wilayah perairan yang kaya akan hasil laut seperti ikan, rumput laut, ganggang, dan sebagainya,” kata Heru, Selasa (19/3/2024).
Kendati demikian, Heru Budi menegaskan, setiap rencana pembangunan dan pengembangan di Kepulauan Seribu akan disinergikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan melibatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam pengembangan wilayah Kepulauan Seribu.
"Perlu dilakukan sinergi bersama KLHK serta KKP untuk menjaga dan mengembangkan Kabupaten Kepulauan Seribu menjadi kawasan yang lebih bersih dan tertata,” kata Heru.
Singgung kelangkaan pangan
Heru Budi mengeklaim bahwa ketersediaan bahan pokok di seluruh dunia sudah semakin berkurang, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hal ini menjadi salah satu yang mendorong Heru Budi untuk mengembangkan wilayah Kepulauan Seribu menjadi lumbung pangan atau food estate.
"Kami melihat kebutuhan, bahan pokok semakin berkurang di dunia,” kata Heru.
Menurut Heru Budi, wilayah Kepulauan Seribu dipilih karena memiliki kekayaan sumber daya alam. Dia mencontohkan cukupnya banyaknya hasil laut, yakni ikan, rumput laut, dan ganggang.
"Maka, pada 2025 dan seterusnya memang harus dipikirkan Kepulauan Seribu menjadi lumbung pangan bagi masyarakat DKI Jakarta,” ungkap Heru Budi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2024/03/20/11281561/ingatkan-pemprov-dki-jangan-buru-buru-soal-food-estate-pakar-agar-tak