Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antre Makan Nasi Bancakan

Kompas.com - 20/01/2009, 14:03 WIB

Dalam bahasa Sunda, bancakan berarti beramai-ramai. Sesuai namanya, makan di Warung Nasi Bancakan di Jalan Trunojoyo 62, Bandung, umumnya dilakukan ramai-ramai sehingga pada jam-jam tertentu pembeli harus antre.

Berdasarkan bentuk dan besar bangunan, tak berlebihan rasanya jika tempat makan itu disebut restoran. Tetapi, si empunya usaha, yakni kakak beradik O’om Rohmah (58) dan Sobarna (53), lebih suka menyebut tempat mereka itu sebagai warung nasi.

”Dari awal niat kami memang membangun warung nasi, baik dari jenis hidangan, penyajian, suasana, maupun harga jual,” kata Barna yang berasal dari Desa Sukajadi, Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut.

Maka, berbeda dari banyak restoran masakan sunda yang dilayani oleh pramusaji, di Warung Nasi Bancakan pembeli mengambil makanan secara swalayan.

Untuk nasi, pembeli bisa memilih sangu (nasi) liwet atau sangu yang dibungkus daun. Lalap, sebagai hidangan khas Sunda disediakan dalam bentuk segar maupun rebus yang dilengkapi sambal merah dan sambal hijau. Ada pula menu Gejos Cabe Hejo, yakni cabe hijau besar yang dibuang isinya lalu dimasak dengan api kemudian disiram kecap. Sementara, untuk sayur dan lauk tersedia banyak pilihan yang bisa-bisa membuat pembeli bingung memilih.

O’om mengatakan, setiap hari ia menyediakan sekitar 25 jenis masakan. Pilihan nama-nama menu masakan sengaja mengingatkan pada makanan dari kampung. Sebut saja di antaranya Pindang Lauk Sawah, Hayam Bakar Koneng Cisaga, Tumis Picung, Tumis Genjer, Buntil, Oreg Tempe, dan Ulukutek Leunca. Tersedia pula ikan asin, jengkol, dan petai yang bisa digoreng atau dibakar mendadak.

“Semua masakan diminati pembeli. Tetapi, agar pembeli tidak bosan, sekali waktu jenis menu saya putar,” ujar O’om yang lebih banyak berperan sebagai koki.

Sebagai pendamping makanan, pembeli bisa memilih aneka minuman tradisional, seperti es goyobod, cincau, bajigur, dan bandrek. Ada juga es kopi nyeureung (kopi yang dicampur soda dan susu). Kesan tradisional makin kuat terasa karena aneka minuman ini dipajang lengkap dengan gerobak dan pelayannya.

Bagi yang enggan mencoba minuman di atas, bisa memesan aneka jus dan minuman kemasan. Tidak ketinggalan adalah minuman yang wajib ada di rumah makan sunda, yakni teh tawar.

Selain nasi dan minuman, di Nasi Bancakan juga tersedia kue balok yang sudah jarang ditemukan di tempat umum. Menempati sudut tersendiri, kue balok dibakar di tempat sehingga pembeli bisa menikmatinya dalam kondisi hangat.

Piring seng

Di tempat ini nasi dan teh tawar disajikan dalam piring dan cangkir seng yang mengingatkan pada alat makan dari era sebelum tahun 1970-an.

“Zaman dulu, piring dan cangkir seng biasa digunakan. Sekarang sudah sangat jarang,” kata Barna.

Dalam proses memasak pembeli bisa merasakan suasana pedesaan, yaitu pada hawu (tungku) kayu bakar di bagian belakang warung.

Hawu itu bukan sekadar pajangan, tetapi benar-benar digunakan untuk memasak. Tidak heran jika udara di bagian belakang warung terasa panas. Tetapi, jangan khawatir gerah, sebab tempat makan baik lesehan maupun meja kursi pendek berada di bagian depan warung.

Kesan kampung lain timbul dari lukisan dan poster yang tertempel di dinding. Seolah tidak mengindahkan keserasian, lukisan pemandangan pedesaan dipasang selang-seling dengan aneka poster grup band, seperti Rolling Stone, The Beatles, juga Peterpan. Ada juga poster bintang India Shahrukh Khan dan Kajool. Bahkan, di bagian dinding lain terdapat gambar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pemasangan gambar yang campur aduk ini lazim ditemui di rumah-rumah pedesaan.

Harga

O’om dan Barna mematok harga mulai dari Rp 1.500 hingga Rp 7.000 untuk setiap jenis masakan. Tidak heran jika dengan Rp 15.000 pembeli sudah bisa menikmati nasi plus lauk lebih dari satu jenis.

“Sasaran kami memang kalangan menengah ke bawah. Kalau perlu, tukang becak pun bisa makan di sini,” kata Barna yang dalam bekerja selalu mengenakan pakaian hitam-hitam khas Sunda.

Namun, bentuk dan ukuran bangunan membuat keinginan Barna tidak terpenuhi. “Sebelum digunakan Nasi Bancakan, bangunan ini dipakai untuk bistro. Inginnya sih bangunan dibikin seperti saung-saung. Tetapi, itu perlu biaya besar dan kami pun hanya mengontrak atas kebaikan pemiliknya,” kata Barna.

Alhasil, alih-alih dikunjungi masyarakat kelas bawah, Warung Nasi Bancakan justru sering didatangi para konsumen bermobil, bahkan artis dan pejabat.

Di pintu masuk Nasi Bancakan terpasang foto Barna dengan sejumlah artis, seperti Ayu Azhari, Luna Maya, dan artis yang kini jadi Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf. Pelatih sepak bola nasional, Rahmad Darmawan, pun mengaku menyukai hidangan Nasi Bancakan.

Padahal, usia Warung Nasi Bancakan masih tergolong muda karena baru dibuka 17 Oktober 2007. “Alhamdullilah usaha kami lancar. Selain orang Bandung, banyak pembeli yang berasal dari luar kota. Ada yang tahu Nasi Bancakan dari media massa, ada juga yang datang ke Nasi Bancakan karena informasi dari teman yang sudah lebih dulu makan di sini,” kata Barna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com