Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Bambu di Bengawan Solo

Kompas.com - 23/02/2009, 21:14 WIB

WARDOYO mengayun untai tali yang diujungnya terdapat jangkar bermata empat dengan tangan kanannya. Tangan kirinya memegang gulungan tali yang tersambung dengan untai tali berjangkar tadi. Keseluruhan panjang tali mencapai 45 meter. Hup. Ia pun meloncat, tubuhnya melenting sambil melemparkan jangkar dan gulungan tali ke tengah sungai di hadapannya. Sebuah bambu empat meter berhasil diseretnya ke tepi dengan bantuan tali berjangkar tadi.

Sungai Bengawan Solo akan membawa banyak sampah, di antaranya ranting, batang bambu dan kayu , selain sampah rumah tangga dan batang pohon pisang saat hujan deras di daerah hulunya.

Berburu kayu sudah dilakukan Wardoyo bersama sang ibu, Wagiyem (44) sejal lama. Jika musim hujan tiba, ada dua hal yang terbersit di hati Wagiyem, senang karena Bengawan Solo akan membawakan kayu untuknya sekaligus cemas karena s ungai yang mengalir hingga ke Gresik, Jawa Timur ini tidak jarang membawa banjir untuk kampungnya di Jantran, Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen.

Sudah 15 tahunan, warga Desa Pilang dan Desa Pengkol yang berada di seberang sungai punya kebiasaan berburu bambu dan kayu . Puluhan warga terlihat berjejer di tepi sungai di tempat pilihannya masing-masing. Biasanya mereka mencari batang pohon untuk tempat mengikat pangkal tali. Ada pula yang menggunakan perahu karena tepi sungai dipenuhi rumpun bambu.

Parti (50) dengan bantuan dua anaknya pernah mendapat mendapat 3 meter kubik bambu dan kayu yang dirontokkan air Bengawan Solo dari tebingnya setelah semalaman berburu kayu. Perolehan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar memasak selama dua bulan. Kayu dan bambu ini untuk kayu bakar, bahan bakar kami memasak. Harga minyak tanah sangat mahal, Rp 4.600 seliter. Barangnya juga susah dicari. Mending pakai kayu bakar, ungkap Parti.

Kadang-kadang ada juga orang yang membeli kayu itu seharga Rp 40.000-Rp 50.000 per meter kubik karena tidak sempat mencari kayu bakar. Wagiyem kadang-kadang menjual bambu dan kayunya jika persediaannya berlebih. Saat ini ia sudah punya persediaan kayu bakar cukup untuk persediaan 10 bulan ke depan hingga musim hujan mendatang tiba.

"Di musim kemarau, sungai tidak membawa kayu. Kami terpaksa pakai minyak tanah jika tidak punya kayu bakar. Jadi, kapan pun hujan, jika memungkinkan saya selalu cari kayu dan bambu dari Bengawan Solo," kata Wagiyem.

Bagi Wagiyem, menggunakan kayu bakar sangat menghemat pengeluarannya. Dalam sehari ia butuh dua liter minyak tanah untuk memasak bagi keluarganya yang terdiri dari suami dan tujuh anak ditambah menantu dan cucu. Satu liter minyak tanah dibelinya seharga Rp 3.500. Dua liter sudah Rp 7.000. Jumlah segitu sudah bisa untuk beli sayur dan lauk, kata Wagiyem yang sehari-hari membatik.

Keluarga Wagiyem tidak punya lahan pertanian. Suami dan anak-anaknya juga menggantungkan hidup dari membatik dengan penghasilan pas-pasan. Dari membatik, Wagiyem m endapat penghasilan rata-rata Rp 5.000 per hari sehingga ia rela meninggalkan pekerjaan membatiknya dan memilih berburu kayu di sungai. Bagaimana lagi, uang kami terbatas. Kalau ada kayu bakar, saya bisa mengalihkan uang pembelian minyak tanah untuk membeli sayur, kata Wagiyem.

Anaknya, Wardoyo, bertugas melemparkan jangkar dan menarik kayu yang terkena lemparan jangkar. Wagiyem memotong ranting, batang bambu, dan kayu ke dalam ukuran lebih kecil sebelum dibawa pulang.

Menantu Wagiyem, Yati (29) terheran-heran dengan banyaknya bambu dan kayu yang dibawa aliran Sungai Bengawan Solo. "Kok bisa ya di musim hujan, sungai ini bawa kayu dan bambu. Dari mana saja bambu dan kayu itu," katanya penuh keheranan.

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com