Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggul, Pemicu, dan Audit Teknologi

Kompas.com - 01/04/2009, 05:01 WIB

Dan, dorongan massa air menyebabkan badan tanggul longsor karena kapiler (retakan kecil) terisi air. Ketika bagian atas tanggul longsor, beban massa air berpindah ke bawah sehingga bagian dasar tanggul tergerus. Ini mengakibatkan tanggul jebol hingga sekitar 20 meter tingginya.

Setelah tanggul jebol, rembesan air di sekeliling tanggul memberi beban besar sehingga tanggul jebol semakin lebar pada 27 Maret 2009. Lapisan tanah pada Situ Gintung merupakan sedimen muda—batuan kuarter, tersier—mudah longsor. Situ dengan struktur batuan muda umumnya dibuat tanggul urukan. Selain urukan, ada tipe busur (berbentuk melengkung) dan tipe graviti-tanggul beton di sisi luar miring ke luar, di sisi dalam datar seperti dinding.

Meski beban massa air menyebabkan tanggul jebol, hujan pada Kamis, 26 Maret 2009, dari penelusuran Sutopo bukanlah faktor tunggal penyebab, melainkan hanya pemicu. Dari catatan di Stasiun Meteorologi Ciputat—terdekat dengan Situ Gintung—curah hujan 113,2 milimeter per hari, dari Stasiun Meteorologi Pondok Betung, curah hujan normal selama tiga jam disusul 1,5 jam curah hujan ekstrem 70 mm per jam!

Curah hujan 180 mm pada tahun 1996 tercatat di Stasiun Pondok Betung (Stasiun Ciputat baru dibangun tahun 2007), tanggul Situ Gintung tidak jebol. Juga saat 2007 ketika curah hujan 275-300 mm per hari di sekitar Situ Gintung, tanggul situ tetap aman. Pada dua kejadian itu, Jakarta banjir besar.

Di sisi lain, bagian saluran buang bisa dikatakan merupakan titik lemah. Analoginya adalah: seseorang yang dalam kondisi bugar tak akan mudah terinfeksi virus. Ketika kondisinya lemah akibat kurang tidur dan kelelahan, seseorang akan lebih mudah terserang penyakit.

Sutopo mencatat, secara global terdapat 78 persen bendungan jebol adalah tipe urukan, sedangkan tipe lainnya 22 persen. Adapun runtuhnya bendung di dunia, 38 persen akibat erosi buluh, 35 persen akibat peluapan air, 21 persen fondasi jebol, dan 6 persen karena longsoran dan lainnya.

Akan tetapi, untuk mengetahui secara tepat penyebab jebolnya tanggul, perlu dilakukan kajian lebih mendalam dengan meneliti faktor lainnya, seperti aktivitas pengerukan sedimen situ dengan ekskavator, atau hilangnya batu-batu di luar tanggul misalnya.

Belajar dengan mahal

Bencana adalah arena belajar yang amat mahal. Mestinya pihak yang bertanggung jawab langsung atas Situ Gintung melakukan tugasnya dengan tepat. Masyarakat, sesuai amanat undangundang bencana, juga harus bertanggung jawab dengan melaporkan potensi bencana, sementara pemerintah harus membuka diri pada laporan masyarakat apa pun bentuknya, tertulis atau tidak tertulis. Mengabaikan laporan masyarakat hanya menunjukkan arogansi penguasa; masyarakat Situ Gintung sudah pernah melaporkan kerusakan tanggul pada dua tahun sebelumnya.

Selain itu, lembaga penelitian seperti BPPT dan lainnya sudah seharusnya dilibatkan untuk melakukan audit teknologi demi keamanan struktur pada situ-situ. Saat ini sudah ada sejumlah teknologi ciptaan mereka sendiri yang mampu mendeteksi kelayakan teknis sebuah bendung.

Jangan lupa, masih ada 189 situ lain di Jabodetabek. Beberapa di antaranya perlu diwaspadai karena berpotensi menimbulkan bencana. Pada akhirnya, keselamatan dan keamanan manusia semestinya diletakkan pada posisi teratas kebijakan pembangunan sehingga pada setiap pembangunan harus selalu disertakan analisis risiko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com